5 Pelajaran Terbesar Dari ONE Fight Night 16: Haggerty Vs. Andrade
Sejarah terukir di ONE Fight Night 16: Haggerty vs. Andrade saat sepasang Juara Dunia ONE beradu demi supremasi dua disiplin, serta penguasa baru yang dinobatkan dalam jajaran submission grappling.
Namun, itu hanyalah pemanis dari sajian seni bela diri epik pada jam tayang utama A.S. pada Sabtu pagi, 4 November waktu Asia lalu.
Lumpinee Boxing Stadium di Bangkok sekali lagi menghadirkan serangkaian aksi olahraga tarung yang tak terlupakan. Dengan pertaruhan sebesar itu, para atlet ini memberi segala sesuatu yang mereka miliki dan meninggalkan seluruh energi itu di atas kanvas.
Setelah kartu pertandingan dengan 10 laga menarik ini berakhir, berikut adalah lima pelajaran terbesar yang dapat kita ambil dari ONE Fight Night 16.
Jonathan Haggerty Adalah Striker Bantamweight Terbaik
Gelar Juara Dunia ONE Bantamweight Kickboxing resmi mendapatkan rumah baru. Sabuk emas ini akan ditempatkan di sisi sabuk Juara Dunia ONE Bantamweight Muay Thai milik Jonathan Haggerty setelah kemenangan besarnya atas Fabricio Andrade di laga utama.
Setelah ronde pertama yang sangat kompetitif, Haggerty mengejutkan Juara Dunia ONE Bantamweight MMA ini dengan tendangan tinggi dari kiri. Merasakan penyelesaian itu hampir tiba, superstar Inggris itu menyerang Andrade dengan cepat sampai tugasnya selesai.
Ini menjadi penampilan tegas dari “The General,” yang tak menyisakan keraguan bahwa dirinya adalah striker bantamweight terbaik di dunia saat ini – dan salah satu petarung pound-for-pound terbaik. Tetapi, dapatkah ia merebut sabuk emas MMA milik Andrade juga?
Merasa sangat nyaman dengan sarung tangan 4-ons dan berlatih MMA sejak ia remaja, Haggerty dapat saja menjadi lebih mematikan dalam sebuah laga ulang di bawah peraturan menyeluruh itu jika teknik grappling miliknya dapat bertahan.
Ide tersebut nampak terlalu jauh bagi beberapa pihak, namun karena Stamp Fairtex berhasil melakukan transisi bersejarah ke dalam MMA, Haggerty kini memiliki panduan untuk diikuti jika ia ingin menjadi Juara Dunia tiga disiplin ONE.
Tye Ruotolo Adalah Grappler Pound-For-Pound Terbaik
Walau mencoba sebaik mungkin, Magomed Abdulkadirov tak memiliki jawaban bagi Tye Ruotolo dalam laga Kejuaraan Dunia ONE Welterweight Submission Grappling perdana mereka.
Sepanjang 10 menit penuh, Ruotolo menampilkan permainan submission dinamis nan mematikan dengan meraih berbagai tangkapan, atau catch, dari berbagai posisi. Superstar BJJ berusia 20 tahun itu hampir saja mengamankan arm-in guillotine, D’Arce choke dan sebuah armbar.
Yang Abdulkadirov dapat lakukan hanyalah bertahan dari tekanan satu arah yang diberikan perwakilan Atos ini. Hal itu menjadikan laga ini sangat mudah dinilai oleh para juri, yang memberi kemenangan mutlak bagi pria Amerika itu.
Dengan kemenangan kelima berturut-turut di ONE, Ruotolo merebut sabuk emas seberat 26 pound itu dan mendapatkan validasi mengapa ia disebut sebagai salah satu grappler pound-for-pound terbaik di muka bumi.
Halil Amir Jadi Ancaman Sejati Bagi Gelar Juara Dunia Lightweight MMA
Setelah dua kemenangan di bawah sorotan besar ONE Championship, Halil Amir melejitkan dirinya memasuki peringkat #4 divisi lightweight MMA. Dan, setelah TKO ronde pertama atas Ahmed Mujtaba pada Sabtu pagi itu, bintang Turki ini membuktikan dirinya siap untuk merebut sabuk emas.
Laga melawan Mujtaba itu menjadi saksi bagaimana Amir dapat mengatasi tantangan besar. Pencetak penyelesaian asal Pakistan itu mengancam dengan berbagai percobaan submission, tetapi Amir mempertahankan diri dan merespon saat ia mampu meloloskan diri.
Lalu, pada momen penutup ronde pertama, para penggemar melihat mengapa pria berusia 29 tahun itu dikenal sebagai “No Mercy” – saat ia tidak menunjukkan belas kasihan sedikit pun pada Mujtaba.
Amir pun terus menyerang sampai bel akhir ronde berbunyi, dan lawannya tak dapat menjawab panggilan untuk kembali bertarung di antara ronde, yang memaksa wasit Herb Dean menghentikan laga ini.
Perwakilan Amir Team itu meningkatkan catatan rekor profesionalnya dalam MMA menjadi 10-0 dengan sembilan penyelesaian, serta membuktikan alasan mengapa ia dapat maju ke perebutan gelar pada 2024 nanti.
Ben Tynan Umumkan Kehadiran Dalam Divisi Heavyweight MMA
Perjalanan “Mighty Warrior” Kang Ji Won memang sangat impresif bersama ONE, termasuk penyelesaian atas beberapa lawan tingkat tinggi, tetapi Ben “Vanilla Thunder” Tynan sama sekali tidak khawatir namanya masuk ke daftar lawan yang ditaklukkan oleh petarung Korea Selatan itu.
Keyakinan itu nampak sangat nyata di awal, saat Tynan segera menyeret Kang ke atas kanvas dan mengendalikan laga dari posisi atas. Mantan pegulat NCAA Divisi I itu melanjutkannya pada ronde kedua.
Di sisinya, Kang mempertahankan diri dengan baik sepanjang 10 menit laga heavyweight MMA mereka. Tetapi setelah sebuah takedown lain pada ronde ketiga, pertahanannya terbuka dan memberi “Vanilla Thunder” kesempatan memperpanjang tingkat penyelesaian 100 persen itu via arm-triangle choke.
Dengan latar belakang gulat yang luar biasa, catatan rekor MMA sempurna, dan debut ONE yang sangat dominan, Tynan segera menempatkan dirinya dalam radar untuk menjadi ancaman besar di laga Kejuaraan Dunia divisinya.
Para Veteran Kejutkan Bintang Berbakat
Bintang baru Zhang Peimian dan Anna “Supergirl” Jaroonsak ingin memamerkan kemampuan mereka pada jam tayang utama A.S. Tetapi, mereka harus mengakui bahwa veteran Rui Botelho dan Cristina Morales memang tak ingin hanya menjadi batu loncatan.
Dalam tiga menit pertama aksi strawweight kickboxing, “Fighting Rooster” nampak sangat tajam dengan serangannya.
Namun, kemampuan veteran Botelho membawanya membalikkan keadaan pada ronde kedua untuk mengambil kendali sebelum ia memanaskan aksi ke arah rival Tiongkok berusia 20 tahun itu pada ronde penutup.
Sementara itu, Morales tak membuang waktu dalam aksi atomweight kickboxing-nya melawan “Supergirl.”
Juara Dunia Kickboxing tiga kali itu menekan dari luar dan mengenai rival berusia 19 tahun itu dengan kombinasi tajam sampai petarung fenomenal Thailand lawannya tak lagi berniat melanjutkan laga.
Memang tak ada peralihan posisi saat itu, karena Botelho dan Morales mampu menghalau kedua bintang berbakat itu dan mempertahankan diri mereka dengan tegas.