Bagaimana Awal Sederhana Membawa Reece McLaren Raih Kesuksesan

Reece McLaren DUXC8757

Calon penantang gelar Juara Dunia ONE Championship, Reece “Lightning” McLaren, sangat familiar melihat wajahnya terpampang di papan iklan yang ada di kota-kota besar di Asia dan layar televisi di seluruh dunia.

Saat ia bersiap untuk laga utamanya melawan Gianni Subba di ajang ONE: VISIONS OF VICTORY hari Jumat ini, ia menyadari sorotan besar untuk gelaran ini, dan ia mengetahui bahwa sebuah kesempatan kedua untuk sabuk emas akan menunggunya jika ia menang.

Tetapi, jauh dari semarak metropolitan di Manila atau Kuala Lumpur, ia hanya mengenal beberapa komunitas kecil yang sangat dekat saat ia bertumbuh dewasa.

Anak Dari Kota Kecil

Reece McLaren IMG_5273.jpg

McLaren dibesarkan di Pulau Natal, sebuah daerah teritori Australia di lepas pantai Indonesia. Itu adalah sebuah kehidupan yang ideal dan aman bagi seorang anak muda yang tak memiliki kekhawatiran.

Ia pindah ke sana bersama ibunya, yang saat itu menjadi orang tua tunggal, ketika ia hanya berusia 3 tahun, dimana beberapa kenangan awal dalam kehidupannya dibentuk di pulau Samudera Hindia itu.

“Itu sangat fenomenal. Saya tak dapat mengungkapkan betapa hebat saat itu,” kenang atlet berusia 26 tahun ini.

“Anda akan dapat keluar rumah dan turun ke arah pantai. Sebagai seorang anak, kebebasan itu sangat luar biasa. Tak ada resiko apa pun. Jika seseorang mencuri dompet anda, anda akan mengetahui siapa yang melakukannya, pergi ke lapangan basket dan memintanya kembali, dan itu akan ada di sana.”

Reece McLaren ADUX8986.jpg

Namun, hal itu tak berlangsung lama. Ibu McLaren menemukan cinta di pulau tersebut, tetapi keluarga baru ini berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan mereka, bahkan dengan seorang pencari nafkah lainnya. Sebuah pusat penahanan besar yang dibiayai pemerintah, yang menjadi penghubung bagi para pekerja, ditelantarkan, dan tak ada pekerjaan yang cukup untuk bertahan.

Keluarga ini berusaha bertahan untuk selama mungkin sambil menunggu proyek itu kembali. Namun segera setelah McLaren lulus dari Sekolah Menengah Atas Distrik Pulau Natal, ayah tirinya berhasil mendapatkan pekerjaan lainnya di daratan Australia.

Walau mereka meninggalkan Pulau Natal, dampak dari kesulitan keuangan tersebut ikut menghantui keluarga ini.

“Kami tidak berada dalam kondisi finansial yang baik saat kami pergi, karena pekerjaan itu telah menguap begitu saja. Kami berada di posisi yang sangat buruk sampai tak dapat membiayai sekolah,” katanya.

“Untungnya, saya bekerja. Saya seperti anjing pekerja, dan selalu bekerja dan bekerja sampai memiliki cukup uang untuk membiayai sekolah saya sendiri. Saya mengakhiri kelas 12 dengan uang saya.”

Dimulainya Perjalanan Baru

Reece McLaren IMG_5336.jpg

Selama waktunya di Pulau Natal, “Lightning” telah memiliki ketertarikan pada seni bela diri.

McLaren dan teman-temannya telah berlatih sendiri sebagai para remaja yang memiliki energi lebih, mempraktekkan gerakan yang mereka lihat di internet. Ia bahkan mengambil beberapa pelajaran di sebuah klub kung fu. Namun, gairahnya benar-benar menyala saat ia bekerja.

Sementara ia bekerja di bandara lokal, ia bertemu dengan kepala sekuriti, yang membawanya ke jalur seni bela diri. Ia memperkenalkan McLaren kepada teknik tarung fungsional melalui Muay Thai dan BJJ.

Ironisnya, tanpa keinginan untuk bekerja dan membayar uang sekolahnya sendiri, pertemuan ini mungkin tak akan terjadi.

Reece McLaren ADUX7573.jpg

“Pada dasarnya, saya menemukan olahraga ini dengan sedikit keberuntungan,” jelasnya.

“Pria yang kebetulan bekerja di bandara telah melakukan banyak hal di Kanada. Ia memperkenalkan [saya dan teman-teman saya] pada olahraga ini, dan itu dimulai. Lalu, saat saya pindah ke daratan utama, itu benar-benar dimulai.”

Kepindahan keluarga itu mungkin terpicu oleh keterpaksaan kondisi finansial, namun benang merahnya adalah itu membuka pintu bagi “Lightning,” yang segera memanfaatkannya dengan sangat baik.

Mengejar Mimpi

Reece McLaren Manila Fights 99.jpg

Seperti kali lainnya dalam kehidupan remaja ini, McLaren tidak memiliki jalur yang mudah. Keluarga itu pindah ke Gatton, di bagian Queensland Tenggara, dimana terdapat sebuah pusat rehabilitasi yang menyediakan pekerjaan. Namun sekali lagi, itu adalah pedesaan kecil yang hanya memiliki populasi beberapa ribu penduduk.

“Itu sangat menarik,” katanya. “Orang-orang desa ini sangat unik. Saya datang dari pulau dimana saya adalah satu-satunya keturunan Australia di kelas, menjadi satu-satunya, saya rasa, keturunan Asia. Saya berpindah dari satu ekstrim ke yang lain. Itu menebalkan kulit anda.”

Bagusnya, kota Toowoomba hanya berjarak setengah jam dengan mobil, serta memberi lebih banyak kesempatan berlatih bagi anak muda ini. Keinginannya untuk belajar sangat tinggi, dimana ia sesering mungkin pergi ke klub pertamanya, Kachi MMA, dan bahkan mengendarai mobil selama tiga jam tiap Sabtu untuk tambahan sesi latihan di Potential Unlimited Mixed Martial Arts (PUMMA).

Di Toowoomba, pelatihnya Joseph Perry mengepalai sebuah sekolah terkenal dan menawarkan pelatihan luar biasa. Namun bagi McLaren, itu tidak cukup.

Reece McLaren ADUX7523.jpg

Saudara lelaki Perry, Vincent, memiliki sasana PUMMA di Gold Coast, kota yang berpenduduk lima kali lebih banyak, dengan jadwal berlatih yang lebih sibuk dan lebih banyak rekan latihan. Keinginan McLaren untuk menjadi yang terbaik hanya berarti bahwa ia harus sekali lagi pindah.

“Saya hanya berpikir, ‘Saya dapat melakukan ini.’ Saya mendukung diri saya sendiri,” kenangnya.

“Saya menyelesaikan kerja magang saya, terbang ke Amerika [Serikat] selama sebulan [untuk berlatih di Team Alpha Male], lalu kembali dan pindah ke Gold Coast. Saya pindah ke gudang milik teman saya, dan sisanya menjadi sejarah.”

Ia memang siap menghadapi apa pun yang menghalangi dirinya meraih tujuan terbesarnya. Tinggal di sebuah gudang yang jauh dari keluarganya dengan hanya berbekal uang tabungannya, kesuksesan yang diraihnya saat ini berasal dari keinginannya untuk meraih kesuksesan.

Kesempatan Kedua

Reece McLaren ADUX7699.jpg

Dorongan dalam diri McLaren membawanya ke siaran global ONE yang menjangkau 1,7 miliar penonton potensial di 136 negara, dimana ia bahkan menantang Juara Dunia ONE Bantamweight Bibiano Fernandes untuk gelar tersebut pada bulan Desember 2016, dimana ia kalah melalui keputusan terbelah, atau split decision, yang sangat tipis.

Seperti peribahasa lama, kilat dapat menyambar dua kali bagi atlet keturunan Filipina-Australia ini.

Pada hari Jumat, 9 Maret, McLaren beranjak ke Axiata Arena di Kuala Lumpur, Malaysia. Ia akan bertemu dengan pahlawan tuan rumah Gianni Subba dalam laga utama ONE: VISIONS OF VICTORY, dimana pemenangnya akan mendapatkan kesempatan dalam Kejuaraan Dunia ONE Flyweight.

Reece McLaren DUXC8628.jpg

Kali ini, ia sangat yakin akan dapat memanfaatkan kesempatan kedua ini sebesar-besarnya.

“Inilah yang telah saya impikan sejak saat itu, untuk menjadi seorang Juara Dunia,” katanya. “Ini adalah kesempatan kedua saya untuk melakukan itu. Saya gagal saat pertama kali, namun kini saya akan lebih mengincarnya lebih keras.”

Selengkapnya di Fitur

Amy Pirnie Shir Cohen ONE Fight Night 25 51
John Lineker Asa Ten Pow ONE 168 32
Regian Eersel Alexis Nicolas ONE Fight Night 21 37
Superbon Marat Grigorian ONE Friday Fights 52
Tawanchai PK Saenchai Jo Nattawut ONE 167 93 1
Superlek Kiatmoo9 Takeru Segawa ONE 165 15 scaled
Jaising Sitnayokpunsak Thant Zin ONE Friday Fights 52 3 scaled
Jonathan Haggerty Superlek Kiatmoo9 ONE 168 20
Jonathan Haggerty Felipe Lobo ONE Fight Night 19 122 scaled
Liam Harrison Muangthai ONE156 1920X1280 31
Jonathan Haggerty Superlek Kiatmoo9 ONE Friday Fights 72 6
Johan Estupinan Zafer Sayik ONE 167 9