Bagaimana Ayah Petchdam Membantunya Mencapai Impian Terbesar
Walau bertumbuh besar dalam kemiskinan dan jauh dari sorotan lampu arena, Petchdam “The Baby Shark” Petchyindee Academy memiliki mimpi besar untuk menjadi seorang superstar Muay Thai.
Banyak warga provinsi Ubon Ratchathani, Thailand, akan tertawa melihat ambisi liar seperti itu, tetapi Petchdam selalu mendapatkan dukungan dari penggemar terberatnya.
Penggemar terberat itu adalah ayahnya, Surasee “Ceing” Wongkhan, yang telah berada di sisi anaknya dalam tiap jalur yang dilewatinya dalam dunia bela diri.
Pada hari Jumat, 31 Juli, “Ceing” akan menyaksikan Petchdam beraksi dalam laga terbesar sepanjang kariernya. Malam itu, bintang Thailand ini akan berusaha merebut sabuk emas milik rival lama dan kompatriotnya, sang Juara Dunia ONE Flyweight Muay Thai Rodtang “The Iron Man” Jitmuangnon, pada ajang ONE: NO SURRENDER di Bangkok.
Dapat dipastikan bahwa “The Baby Shark” mungkin tak akan dapat meraih titik ini jika bukan karena ayahnya.
Awal Dari Mimpinya
Ketika Muay Thai mungkin dapat menjadi karier bagi “The Baby Shark,” disiplin ini juga memberinya kesempatan untuk terhubung dengan ayahnya dari usia yang sangat muda.
Selama masa kecilnya, Petchdam teringat bagaimana mereka berdua menonton berbagai laga Muay Thai di televisi.
“Ada pertandingan tiap akhir minggu, dan itu disiarkan TV,” kata atlet berusia 22 tahun ini.
“Saya berbaring di sebelah ayah saya, menonton dengannya tiap akhir minggu. Saat saya menontonnya, saya mengira bahwa saya ingin menjadi pria itu, yang bertanding di televisi. Saya ingin masuk TV karena saya kira saya akan nampak sangat keren.”
“Adalah mimpinya juga melihat saya satu hari nanti bertanding di TV.”
Mimpi itu semakin besar saat ayah Petchdam membawanya ke ajang Muay Thai lokal di provinsi itu.
Lalu, sebagai anak berusia 8 tahun, ia memutuskan untuk mulai berlatih. Terlepas dari kurangnya pengalaman, “Ceing” menjadi pelatihnya untuk pertama kali dan mengajar di tengah sawah.
“Ayah sayalah yang melatih saya bahkan saat dirinya tidak pernah berlatih Muay Thai, maka itu tidak terlalu efektif,” kenang Petchdam.
“Saat saya berlatih sendiri di rumah saya, tidak ada ring yang layak. Tidak ada peralatan, hanya dua pasang sarung tinju. Hanya ada dua pasang sarung tinju bagi saya dan ayah saya.”
Kurangnya kualitas latihan itu akan nampak dalam debut Petchdam.
Saat Festival Songkran di Thailand, “Ceing” membawa anaknya ke ajang Muay Thai yang menampilkan anak-anak seusianya berkompetisi di dalam ring. Hal ini memberi kesempatan sempurna bagi “The Baby Shark” untuk menguji kemampuan yang diasahnya sendiri.
“Laga perdana saya adalah pada saat ayah saya membawa saya untuk tantangan ganda di lingkungan saya,” kata Petchdam. “Ia bertanya apakah saya ingin bergabung dan saya berkata, ‘Ya.’ Lalu, laga pertama saya terjadi di Songkran Festival.”
Petchdam kalah dalam laga itu, serta laga kedua dan ketiganya. Namun hal ini tidak berlangsung terlalu lama.
Komitmen Mendalam
“Ceing” mengetahui bahwa dirinya tak akan dapat mampu mengajarkan anaknya kemampuan yang diperlukan untuk menjadi superstar Muay Thai, dan ia ingin membantunya meraih mimpi tersebut.
Maka, ia membawa Petchdam ke sasana Muay Thai di desa mereka.
“Ayah membawa saya ke sasana Sit Ood Piboon di dekat rumah untuk mendapatkan latihan yang layak dengan para profesional,” sebutnya. “Mereka mengajar teknik yang tepat dan ada banyak rekan latihan juga.”
Salah satu rekan latihan itu adalah Petchmorakot remaja, dimana sepasang atlet muda ini pun memulai persahabatan mereka yang berlanjut sampai saat ini.
Sementara itu, Petchdam menerima tingkatan latihan yang benar-benar berbeda, dan segera ia pun mendapatkan keberuntungan untuk memenangkan berbagai laga dalam skena lokal.
“Saat saya berlatih di kamp, itu sarat dengan berbagai macam peralatan,” lanjutnya.
“Saya menjadi lebih kuat karena latihan angkat berat dan bar. Ada banyak pelatih dan rekan latihan yang mengajarkan seluruh teknik itu, maka itu jelas benar-benar berbeda.”
Namun walau ia mendapatkan kemampuan yang tepat dan memenangkan laga di kawasan itu, “The Baby Shark” memutuskan untuk beristirahat dari olahraga ini saat ia berusia 13 tahun.
Ia ingin bergaul bersama teman-temannya dan menemukan kesulitan untuk menyeimbangkan berbagai sesi dengan jadwal sekolahnya.
“Saat saya berada di kelas tujuh, saya harus pergi ke sekolah dan berlatih Muay Thai,” sebut Petchdam.
“Saya harus bangun pada pukul 5 pagi. [untuk berlatih], dan saya harus menyelesaikan latihan sebelum pukul 7.30 pagi agar dapat bersiap dan berangkat sekolah. Saya harus tiba di sekolah tepat pukul 8 pagi. Saya selalu terlambat dan selalu dihukum karena itu.”
“Saya seringkali kelelahan dan tertidur di sekolah. Pada hari-hari tertentu, saya merasa terlalu lelah dan tidak ingin masuk ke dalam kelas. Saya bosan terlalu sering dihukum. Itu melelahkan [saat mencoba menyeimbangkan] latihan dan studi saya.”
“Karena itu terlalu melelahkan bagi saya, ayah saya membuat saya memilih satu hal yang benar-benar ingin saya jalani – belajar atau berlatih Muay Thai. Maka, saya mengatakan padanya bahwa saya ingin berhenti sejenak dari Muay Thai dan menyelesaikan sekolah.”
Selama dua tahun berikutnya, Petchdam terfokus pada studinya dan menikmati kehidupan sebagai seorang remaja. Namun, ia segera menyadari bahwa kehidupan tidaklah sama tanpa “seni delapan tungkai.”
Faktanya, “The Baby Shark” selalu memiliki kenangan indah tiap kali ia menonton berbagai laga bersama ayahnya atau menonton kompetitor lokal berlari melewati rumahnya.
Saat lulus dari sekolah menengah pertama, ia kembali berdiskusi dengan ayahnya.
“Saya mengatakan pada ayah saya bahwa saya ingin kembali ke Muay Thai,” sebutnya.
“Ayah saya membawa saya menemui pemilik Sit Odd Piboon, kamp pelatihan pertama dimana saya berlatih. Tetapi mereka mengirim saya ke Petchyindee Academy.”
Dengan kesempatan untuk berlatih dan berkompetisi di Bangkok, “The Baby Shark” meninggalkan provinsi tersebut dan memberi sebuah janji lainnya pada ayahnya.
“[Saya berkata], ‘Jika aku tak mendapatkan gelar kejuaraan atau tidak terkenal, aku tak akan pulang,” kenangnya.
Memenuhi Takdirnya
Kepindahannya ke Bangkok itu terjadi pada tahun 2014 saat Petchdam berusia 16 tahun. Di Petchyindee Academy, ia bertemu kembali dengan sahabat lamanya, Petchmorakot, serta mulai berlatih dan berkompetisi di sirkuit.
Beberapa bulan kemudian, ia menyadari mimpi awal dari ayahnya dan dirinya sendiri.
“Saya mendapatkan laga di True4You TV sebagai bagian dari promosi Petchyindee yang lebih kecil. Itu adalah laga Muay Thai lima ronde melawan Manachai Lukmakamwaan. Saya memenangkan laga melalui poin,” kata Petchdam.
“Ayah saya sangat bersemangat. Ia mengatakan pada semua orang di desa bahwa saya bertanding, serta meminta mereka menonton dan mendukung saya.”
“Setelah laga, ia menelpon untuk mencari tahu apakah saya baik-baik saja – jika saya terluka. Saya mengatakan padanya bahwa saya baik-baik saja, dan ia meminta saya untuk melakukan lebih baik lagi lain kali dan bahwa saya harus tetap bekerja keras dan terfokus. Saya sangat senang dapat mewujudkan mimpi ayah saya. Saya tak akan melupakan laga itu.”
Namun bahkan setelah kesuksesannya, ada berbagai halangan yang harus dihadapi. Setelah laga ketiga, Petchdam mulai merasa tertekan.
Sesi latihannya sangat intens, dimana ia pun merindukan teman dan keluarganya – sampai ia berkunjung ke daerah pedesaan Thailand itu.
“Saya rindu rumah. Walau saya tidak membawa hasil dari janji saya ke ayah saya, saya tetap pulang. Saya hanya pergi ke sana untuk beristirahat dan mendapatkan dukungan keluarga saya,” kata Petchdam.
“Berlatih sangatlah melelahkan. Itu sangat melelahkan. Namun ayah saya memberi dukungan moral pada hari terakhir saat saya harus kembali ke kamp. Ia mengatakan agar saya tetap bertanding dan bahwa saya akan dapat mencapai tujuan saya jika saya terfokus.”
Dengan seluruh dukungan itu, Petchdam kembali ke ibukota Thailand dengan motivasi yang jauh lebih besar dari sebelumnya. Ia terus berlatih keras dan seringkali diminta bertanding di Lumpinee dan Rajadamnern Stadium, dimana ia meraih berbagai kemenangan.
Momen besarnya datang pada bulan Desember 2015, saat ia berlaga melawan Khunhan Sitthongsak demi gelar Kejuaraan Nasional Thailand dan Kejuaraan Dunia Lumpinee Stadium kategori 118 pound.
“Saya menang melalui KO pada ronde kelima dan mendapatkan gelar kejuaraan,” kenang Petchdam dengan bangga.
“Lalu, saya pulang untuk menunjukkan sabuk kejuaraan itu pada ayah saya. Ia sangat senang melihat saya akhirnya mencapai apa yang saya janjikan padanya [sebelum pergi ke Bangkok]. Ayah saya sangat senang dan ibu saya sangat bangga pada saya.”
Petchdam mungkin akan memberi kedua orang tuanya lebih banyak alasan mengapa mereka dapat membanggakannya. Ia merebut berbagai gelar lainnya, termasuk Kejuaraan Toyota Marathon Tournament di bulan November 2017, Kejuaraan Dunia WBC Muay Thai di bulan Mei 2018, serta Kejuaraan Dunia ONE Flyweight Kickboxing perdana di bulan Mei 2019.
Satu Gelar Lagi Bersama ONE
Kini, Petchdam akan menjalani tantangan terbesarnya sampai saat ini – sebuah laga trilogi bersama Rodtang demi gelar Kejuaraan Dunia ONE Flyweight Muay Thai yang digenggam rivalnya itu.
Dan bahkan jika ayahnya tidak akan berada di pojok ringnya pada tanggal 31 Juli nanti, “Ceing” akan memberi saran bagi anaknya ini melalui telepon sebelum ia memasuki Circle.
“Bahkan ketika ia tidak dapat hadir, ia menghubungi saya sebelum tiap laga untuk mengucapkan semoga beruntung dan memberi saya dukungan, dan jika saya berlaga di televisi, ia tidak pernah melewatkannya,” kata Petchdam.
“Ayah saya mengingatkan saya untuk tetap terfokus pada karier saya dan untuk tidak pernah melupakan siapa saya.”
Baca juga: Petchdam Yakin Mampu Taklukkan ‘Superstar’ Rodtang