Bagaimana Bela Diri Menjaga Victorio Senduk dari Amukan Suporter Bola
Salah satu atlet andalan Indonesia di ONE Championship, Victorio “Indra” Senduk, mungkin bukanlah seorang penggemar sepak bola, tetapi ia memiliki pengalaman unik dengan olahraga ini.
Atlet divisi featherweight yang mewakili Indonesia di atas panggung dunia ini, seperti saat dirinya tampil melawan Phoe Thaw dalam ajang ONE: LEGENDARY QUEST, mengakui bahwa sepak bola memang memberinya berbagai cerita menarik, terutama saat hal itu berhubungan langsung dengan masa-masa dimana ia masih berlatih bela diri.
Spesialis wushu peraih medali emas di Pekan Olahraga Nasional (PON) dan mewakili Indonesia di ajang SEA Games ini mengaku memang tidak mengikuti perkembangan liga sepak bola nasional atau internasional, tetapi jalan hidupnya ternyata bersinggungan dengan salah satu klub sepak bola di Jakarta Timur.
“Kalau main bola bisa, tapi kalau nontonnya kurang suka,” sebut atlet keturunan Minahasa ini.
“[Kalau terkait] klub bola, saya kurang mengikuti. Dulu ada, sewaktu di Jakarta pada tahun 1998-2000, tapi itu [hanya sebatas] Persijatim [klub sepak bola di Jakarta Timur].”
Kala itu, Victorio tengah mempelajari disiplin tinju di Binataruna Boxing Camp, Pulomas.
Ibarat takdir, pelatihnya kala itu (almarhum Ary Rotinsulu) memiliki pekerjaan lain sebagai manajer klub sepak bola di daerah ini. Hal ini dirasa wajar, karena sang pelatihnya itu adalah mantan pemain sepak bola.
Klub Persijatim Jakarta Timur itu sendiri merupakan cikal bakal klub yang kini bernama Sriwijaya FC, yang didirikan pada tahun 1976 – dimana dalam prosesnya klub ini sempat berubah nama menjadi Persijatim Solo FC hingga menjadi klub kebanggaan warga Palembang saat ini.
- Rental Playstation Jadi Penghias Masa Kecil Eko Roni Saputra
- 5 Tips Bagi Pemula Dalam Dunia Bela Diri Dari Amir Khan
- Stefer Rahardian Ingin Lihat Laga Super Terbaru ONE Championship
Perjumpaan Victorio dengan sang pelatih pun menyeret dirinya ke lapangan sepak bola. Tak jarang, ia diajak melihat pertandingan persahabatan dari klub yang dinaungi pelatihnya itu.
“[Saya menonton] beberapa kali, sekalian mengawal [pelatih]. Dulu, dalam kompetisi, ada laga-laga persahabatan,” ungkapnya.
Dalam beberapa laga persahabatan yang ditontonnya langsung, sebuah gelaran di Bogor disebutnya sebagai yang paling berkesan. Dalam laga tandang Persijatim itu, Victorio harus menghadapi para suporter sepak bola kesebelasan lawan yang mendadak rusuh.
Menjadi suporter tamu di kandang lawan pun membuat Victorio harus berpikir keras menghadapi kepungan suporter. Disinilah keahlian bela diri miik Victorio menjadi bekalnya untuk bertahan.
https://www.youtube.com/watch?v=TjdWbGrurXw
“Pernah sekali di Bogor ada kejadian, suporter [tim lawan] yang memulai duluan. Awalnya kita mendominasi,” cerita atlet featherweight kawakan ini.
“Suporter menghantam lapangan, mereka menyiram air seni di tempat VIP. Mulai baku hantam, [dan keadaaan pun] mulai panas.”
“Kita terganggu dan [harus] melindungi diri. Biasanya kita tidak membalas, jadi kita [pun berusaha] membela diri untuk mencari jalan keluar. [Seni bela diri] berguna dalam keadaan tertentu, dalam keramaian, [agar] pintar melihat situasi. Kita bukan aparat juga, karena ini [perkelahian] jalanan bukan [pertandingan yang memiliki] aturan.”
Beruntung, lokasi pertandingan berada di lingkungan TNI, dan para suporter yang memulai kerusuhan itu pun ditenangkan. Victorio, beserta pelatih dan suporter Persijatim lainnya, juga diamankan dari amukan massa.
Menurut spesialis wushu shanshou yang berpengalaman ini, perangai para suporter klub itulah yang membuat dunia sepak bola di Indonesia tak kunjung maju. Ibaratnya di dalam arena, kelakuan suporter dapat memberi efek negatif atau positif bagi para atlet yang tengah berlaga – seperti contohnya di panggung dunia ONE, saat atlet tuan rumah mendapatkan dukungan lebih.
“Kalau saya melihatnya bukan karena permainan [sepak bola], tapi suporter [yang] sulit diberi pengertian,” sebutnya.
Victorio pun mengalami tekanan dari penonton tuan rumah saat dirinya bertanding di luar negeri, dalam ajang ONE: LEGENDARY QUEST di Shanghai, Tiongkok, bulan Juli 2019. Namun, walau ia harus mengakui keunggulan lawannya saat itu, para penonton tetap memberi penghargaan yang layak didapatkannya.
Menurutnya, hanya atlet sejati yang dapat mengatasi tekanan untuk keluar sebagai pemenang, dan walau ia belum dapat meraih kemenangan, ia menganggap penampilannya saat itu sudah cukup baik jika terkait dengan atmosfer arena yang dipenuhi penonton asing. Pun, hal ini juga berlaku dalam dunia sepak bola.
“Dalam bela diri, ada pula penggemar yang memancing keributan, atau mungkin seperti [mereka yang] bertanding dalam umumnya. Hal ini dapat mempengaruhi sang atlet,” pungkasnya.
Baca juga: Victorio Senduk Bagikan Tiga Teknik Efektif Wushu Sanshou