Bagaimana Johnny Nunez Mengatasi Tragedi Demi Mimpi Bela Dirinya

Johnny Nunez 590A8518

Setelah kejadian buruk yang dialaminya, Johnny Nunez menemukan panggilan jiwanya dan mengubah kehidupan pribadinya melalui seni bela diri.

“Johnny Boy” siap untuk membuka babak baru bersama ONE Championship melawan Juara Dunia Pancrase Lightweight Kazuki Tokudome di ajang ONE: DAWN OF VALOR, namun ia harus terlebih dahulu mengalami sakit hati dan kehilangan demi perjalanan panjangnya menuju panggung dunia.

Sebelum debutnya bersama “The Home Of Martial Arts” pada hari Jumat, 25 Oktober, di Jakarta, Indonesia, atlet berusia 34 tahun ini berbagi bagaimana ia mengatasi kesulitan di Amerika Serikat untuk membangun sebuah kehidupan baru di Asia.

Awal Mula Yang Berat

Johnny Nunez 590A2119.jpg

Johnny lahir di California dan bertumbuh di sebuah keluarga besar, dimana neneknya membantu ayahnya untuk membesarkan dirinya dan saudara-saudaranya di Los Angeles.

Saat berusia 10 tahun, Johnny dan keluarganya pindah ke kota kecil bernama Mountain Home, Idaho, untuk tinggal bersama kekasih baru ayahnya. Johnny muda awalnya menolak untuk pindah, tetapi saat ia melihat kembali, ia percaya bahwa hal ini menjauhkannya dari banyak kesulitan di kota besar.

Namun, transisinya menuju kota kecil di Idaho itu juga membawa kesulitan tersendiri. Kehidupan di rumahnya sangat sulit, karena cara dirinya diperlakukan oleh pasangan baru ayahnya. 

“Ibu tiri saya sangat keras secara fisik dan verbal – ia tidak menyukai fakta dimana ayah saya memiliki tiga orang anak,” kenang Johnny.

Ia juga memiliki karakter ‘pemberontak’ dan menemukan kesulitan untuk menghilangkan gambaran sebagai anak nakal dari LA di sekolah, yang seringkali membawanya ke berbagai konflik. 

“Saya bukanlah anak yang paling sopan. Saya seringkali terlibat dengan berbagai keributan di sekolah, dan diskors,” akunya.

Terkena Demam Gulat

Di Idaho, olahraga American Football adalah segalanya. “Johnny Boy” bermain selama ia berada di sekolah menengah atas, dan bermimpi untuk menjadi atlet kampus, tetapi ia disingkirkan dari tim sebagai jawaban dari kelakuannya.

Saat ia terpaksa mencari hal lain untuk tetap aktif, Johnny menemukan olahraga gulat, yang merubah kehidupannya.

“Saya selalu berpikir bahwa saya adalah anak yang kuat, berkelahi dan lainnya, maka saya hanya mencoba gulat, dan saya menikmatinya,” katanya.

“Pada tahun pertama saya [di sekolah menengah atas], pelatih saya mengundang saya pergi bersama tim, dan saya melihat rekan satu tim saya memenangkan kejuaraan antar negara bagian. Momen itu benar-benar mengubah pandangan saya. Itu meyakinkan saya bahwa saya dapat meraih kesuksesan di satu bidang, dan bagi saya, itu adalah gulat.”

Bahkan pengalaman paling menyakitkan yang ia alami tidak dapat mematikan semangatnya. Sebagai seorang junior, Johnny masuk ke babak final kompetisi gulat negara bagian, dan kalah hanya dengan satu poin. Namun hal ini hanya memperkuat komitmennya bagi olahraga ini, dan ia pun bangkit.

“Saya sangat kecewa karena perbedaannya sangat tipis, namun saya juga senang itu terjadi karena, tanpa itu, saya mungkin tidak akan termotivasi, atau mencapai kesuksesan yang saya miliki di tahun terakhir saya,” kata atlet yang menyebut Idaho sebagai rumahnya.

“Saya tidak menyerah atas satu takedown pun pada tahun berikutnya. Saya tetap tak terkalahkan, masuk ke babak final, dan memenangkan kejuaraan. Itu adalah tahun yang luar biasa.”

Ini adalah gelar pertama dari dua gelar negara bagian yang memberinya tawaran beasiswa dari berbagai universitas, namun ia masuk ke Boise State University untuk tetap berada dekat dengan keluarganya.

Sebagai seorang “Bronco,” ia menerima warisan dari sejarah gulat yang luar biasa, dan terinspirasi oleh para veteran seperti Jens Pulver dan Scott Jorgensen, dimana ia pun mengambil langkah awalnya dalam dunia bela diri campuran dengan berlatih Brazilian Jiu-Jitsu.

Tragedi Yang Melanda

Johnny Nunez 590A5041.jpg

Setelah lulus, Johnny memutuskan untuk pindah dan mengikuti pelatih gulatnya di kampus ke Tapout Training Center di Las Vegas.

Ia memiliki beberapa pekerjaan sampingan dan tidur di sofa sasananya, saat berlatih untuk memulai karir profesionalnya. Ia juga bertemu dengan pelatih bela diri campuran legendaris Shawn Tompkins, yang menjadi tim sudut Johnny dalam beberapa kompetisi amatirnya. 

Namun, Shawn mendadak meninggal karena serangan jantung pada tahun 2011, pada usianya yang ke-37. Hal ini mengejutkan Johnny dan sempat membuatnya berpikir kembali tentang masa depannya.

“Saya tidak mengetahui bagaimana cara mengatasi kehilangan ini. Saya merasa sangat tersesat waktu itu, tetapi saya juga menyadari bahwa Shawn akan ingin saya untuk tetap bertanding, maka saya melakukan itu,” kenangnya.

Johnny kembali mengalami kejadian buruk beberapa tahun kemudian, setelah ia pindah ke sasana Xtreme Couture. Kepala pelatih sasana itu, Robert Follis, meninggal bunuh diri pada akhir tahun 2017, dan semua muridnya berjuang untuk mengatasi kehilangan tersebut.

Berusaha mengatasi dampak emosional atas kehilangan besar ini sulit bagi dirinya – terutama diantara pelatihan menjadi atlet profesional – namun ia ingin menghormati semua mentornya dengan menggunakan seluruh pelajaran yang mereka berikan.

Babak Baru

Johnny Nunez 590A5061.jpg

Johnny tidak pernah menyesali keputusannya untuk melanjutkan karirnya. Ia telah mencetak rekor 7-1 yang luar biasa dalam beberapa organisasi besar di Amerika Serikat, dan ini menjadi awal dirinya untuk memulai sebuah keluarga.

“Johnny Boy” bertemu dengan pionir bela diri campuran wanita, Miesha Tate, dan pasangan ini saat ini sedang berbahagia setelah kelahiran anak perempuan mereka, Amaia, tahun lalu.

“Anda tahu, saya tidak akan pernah bertemu Miesha atau memiliki Amaia jika saya menyerah saat itu dan bekerja normal sehari-hari,” katanya.

“Saya sangat bersyukur untuk mereka berdua, dan terutama bagaimana seni bela diri campuran telah membantu saya mencapai tingkatan saya saat ini.”

Tidak lama setelah anak mereka lahir, mereka pindah ke Singapura saat Miesha menjadi Wakil Presiden ONE Championship, dan “Johnny Boy” mengikuti uji coba dalam Evolve Fight Team. Kemampuan lengkapnya memberi sebuah tempat diantara para Juara Dunia, dan mereka telah membantunya untuk membawa kemampuannya ke tingkatan baru.

Saat ini, setelah beberapa bulan tinggal di rumah barunya, ia bersiap untuk menjalani sebuah tantangan baru dan membangun kesuksesannya di benua yang baru bersama “The Home Of Martial Arts.”

“Saya sangat tertarik untuk membawa apa yang saya pelajari dan menciptakan sesuatu yang baru bagi diri saya di sini,” katanya.

“Bersama keluarga saya, banyak hal telah berjalan semestinya, dan saya akhirnya memiliki waktu untuk menyadari kemungkinan untuk memulai hal baru di Singapura dan bersama ONE Championship, serta betapa besar kesempatan ini bagi saya.”

Baca Juga: Bagaimana Cara Menyaksikan ONE: DAWN OF VALOR – Zebaztian Vs. Kiamrian

Selengkapnya di Fitur

Amy Pirnie Shir Cohen ONE Fight Night 25 51
John Lineker Asa Ten Pow ONE 168 32
Regian Eersel Alexis Nicolas ONE Fight Night 21 37
Superbon Marat Grigorian ONE Friday Fights 52
Tawanchai PK Saenchai Jo Nattawut ONE 167 93 1
Superlek Kiatmoo9 Takeru Segawa ONE 165 15 scaled
Jaising Sitnayokpunsak Thant Zin ONE Friday Fights 52 3 scaled
Jonathan Haggerty Superlek Kiatmoo9 ONE 168 20
Jonathan Haggerty Felipe Lobo ONE Fight Night 19 122 scaled
Liam Harrison Muangthai ONE156 1920X1280 31
Jonathan Haggerty Superlek Kiatmoo9 ONE Friday Fights 72 6
Johan Estupinan Zafer Sayik ONE 167 9