Bagaimana Kasih Sayang Seorang Ayah Membentuk Xiong Jing Nan Sebagai Penantang Gelar
“The Panda” Xiong Jing Nan hanya berada satu langkah lagi sebelum meraih mimpi terbesarnya.
Martial arts gave her a new purpose, a new passion, a new drive. And now, a new chance at history on the global stage.Jakarta | 20 January | TV: Check local listings for global broadcast | PPV: Official Livestream at oneppv.com | Tickets: bit.ly/onecourage18
Posted by ONE Championship on Thursday, December 28, 2017
Hari Sabtu, 20 Januari, atlet bela diri berbakat Tiongkok ini akan menantang pejuang Singapura Tiffany “No Chill” Teo demi gelar Kejuaraan Dunia ONE Women’s Strawweight perdana. Perebutan gelar ini akan menjadi laga utama ajang ONE: KINGS OF COURAGE, langsung dari Jakarta Convention Center, Indonesia.
Inilah tempat dimana Xiong dapat menjadi Juara Dunia ONE Women’s Strawweight yang pertama, namun juga sebagai Juara Dunia pertama dari Tiongkok di dalam arena.
Saat ia bersiap untuk laga epik ini, jelas bahwa ia mendemonstrasikan nilai-nilai terpenting sebagai Juara Dunia. Seluruh nilai-nilai itu ditanamkan oleh pria paling berpengaruh dalam kehidupannya: sang ayah.
“Ayah saya banyak mengajarkan [berbagai hal], termasuk pengalaman hidupnya saat bertumbuh dewasa,” kata wanita berusia 30 tahun ini. “Sejak saya kecil, ayah saya mengatakan pada saya agar tidak melarikan diri saat menghadapi kesulitan, dan selalu bertanggung jawab. Yang terpenting, ia mengajarkan saya untuk berani dan yakin.”
“Hal terbesar yang ia berikan pada saya adalah keberanian. Saya sangat mengagumi keberanian dan keyakinan diri ayah saya.”
Sementara beberapa nilai-nilai itu datang secara alami, ia harus mempelajari berbagai hal lainnya dengan cara yang keras.
Saat ia kecil, sang penantang gelar ini cukup suka mencari masalah. Ia menyebabkan beberapa keributan dan melakukan petualangan yang dianggap terlalu berbahaya bagi seorang anak. Salah satu petualangan tersebut terpatri dalam kenangannya.
“Saya akan memanjat tembok rumah orang lain untuk mengambil buah-buahan dari pohon, dan terjatuh dari pohon dan atap yang tinggi,” kenangnya. “Suatu kali, saya mematahkan tangan saya dan tulang saya terlihat.”
Xiong dibantu pulang oleh seorang tetangga yang baik hati, namun ayahnya sangat kecewa melihat putrinya ini. Ia menggunakan itu sebagai kesempatan memberinya pelajaran besar.
“Ayah awalnya tidak merawat luka saya. Ini bukan karena ia tidak peduli. Ia hanya ingin saya tahu ini adalah kesalahan saya sendiri dan saya harus bertanggung jawab atas hasilnya,” kenangnya.
“Dan, ia mengajarkan saya beberapa prinsip. Pertama, ia bertanya apakah itu terasa sakit, lalu bertanya mengapa saya melakukan itu. Lalu, ia berkata: ‘Inilah yang kamu dapatkan, kamu harus bertanggung jawab atas apa yang kamu lakukan.’”
Pesan-pesan dan pelajaran itu tidak berakhir di sana.
“Setelah memberi pesan itu pada saya, ia bertanya apakah saya ingin menangis. Ia berkata: ‘Jika kamu ingin menangis, kamu dapat duduk di sini sendiri, menangis, dan membiarkan tanganmu terus berdarah.’ Setelah ia mengatakan itu, saya melihatnya dengan patuh. Lalu, ia berkata, ‘Baik, ayo pergi.’ Ia memegang saya dan membawa saya ke dokter.”
Xiong mendapatkan perawatan untuk tangannya, yang terbukti sangat krusial bagi kariernya dalam olahraga. Lagipula, ia akan membutuhkan tangan itu saat ia menjadi seniman bela diri.
Sejak itu, kedua tangannya ini dipergunakan untuk mencetak KO atas semua lawannya sebagai petinju profesional, mencetak submission atas rivalnya untuk menjadi pemenang dalam Kejuaraan BJJ Terbuka Tiongkok, serta akan membutuhkannya sekali lagi jika ia ingin mengalahkan Teo dan merebut gelar Kejuaraan Dunia ONE Women’s Strawweight perdana.
“The Panda” mengetahui bahwa bagian terbesar dari kesuksesannya adalah sang ayah dan nilai-nilai yang ditanamkannya dari usia yang sangat muda. Walau ia sangat keras terhadap putrinya ini, ada sisi kelembutan dari dirinya yang sebagian besar orang tak akan dapat saksikan. Hanya beberapa orang, termasuk Xiong, yang mengetahui rahasia itu.
“Ia benar-benar orang yang tidak mampu mengekspresikan emosinya,” akunya. “Faktanya, ia memiliki sikap yang berbeda terhadap saya dalam berbagai hal lainnya.”
“Saat ia seharusnya lembut, ia sangat lembut. Saat tiba waktunya menunjukkan kasih sayang seorang ayah, ia melakukannya. Hatinya sebenarnya sangat lembut. Saya dapat merasakan kasih sayang dari hatinya itu.”