Bagaimana Muay Thai Membawa Petchmorakot Meraih Kesuksesan
Petchmorakot Petchyindee Academy mengalami masa kecil yang tragis, namun ini memberinya inspirasi untuk mendedikasikan kehidupannya di Muay Thai agar dapat mendukung keluarganya.
Lebih dari satu dekade berkomitmen pada seni bela diri telah membentuknya menjadi seorang Juara Dunia ONE Featherweight Muay Thai, dimana kini atlet berusia 26 tahun itu menjadi pahlawan bagi para kompatriotnya dan inspirasi bagi para penggemar di seluruh dunia.
Inilah bagaimana ia melakukannya.
Masa Kecil Di Tengah Kemiskinan
Petchmorakot dibesarkan di sebuah desa kecil di provinsi Ubon Ratchathani, kawasan Isan – salah satu area yang termiskin dan paling tertinggal di Thailand.
Orang tuanya bertani dan menanam padi untuk dimakan. Tanpa penghasilan yang stabil, mereka juga harus mengais demi mendapatkan penghasilan tambahan. Tidak ingin membebani orang tuanya, pria muda ini memgambil tanggung jawab untuk membantu dengan pekerjaan di rumahnya.
Bersama dengan kedua adiknya, Petchmorakot, yang dipanggil “Win” di rumahnya, akan mencari kepiting dan keong. Apapun yang mereka dapatkan terlebih dahulu akan menjadi makanan mereka, dan sisanya akan dijual di pasar lokal.
“Kehidupan sangatlah sulit saat itu, tetapi juga menyenangkan,” sebutnya. “Saya suka pergi memancing bersama keluarga saya.”
Segala sesuatunya menjadi lebih sulit saat orang tua Petchmorakot berpisah. Walau ia mengatakan bahwa perpisahan mereka itu tidak terlalu menyulitkan dirinya, tekanan yang terjadi pada kesejahteraan keluarga itu menjadi fokus utamanya.
“Saat saya kelas lima, orang tua saya berpisah,” sebutnya.
“Itu adalah waktu yang sulit. Saya pindah untuk tinggal bersama kakek-nenek saya. Dalam beberapa hari, kita tidak memiliki apapun untuk dimakan, hanya menyantap nasi dan kecap ikan.”
Menjadi Seorang Nak Muay
Semasa kecilnya, Petchmorakot menemukan olahraga yang akan mengubah kehidupannya.
“Saya berada di kelas 6 saat saya berlaga Muay Thai untuk pertama kali,” jelasnya.
“Ada beberapa pertandingan yang diadakan di desa saya. Saya sedang keluar menangkap kadal. Mereka menggelar pertandingan di sekolah saya, maka saya pergi melihatnya. Orang tua saya tidak ingin saya bertanding. Mereka takut saya akan terluka, tetapi saya ingin mencobanya.”
“Saya mencobanya dan tidak sengaja menang. Saya dibayar 160 baht (sekitar 75.000 rupiah) untuk laga pertama saya. Saya senang dan ingin melakukannya lagi. Terdapat banyak kesempatan di desa saya untuk berlaga, maka saya hanya terus berkompetisi.”
Terlepas dari latihannya di ring buatan sendiri dengan sepasang samsak yang sudah hampir rusak, atlet muda ini – yang berlaga menggunakan nama Mavin Lukeljet – mulai mencetak prestasi.
Sebagai anak berusia 11 tahun, ia pergi dengan menumpang truk milik sasananya dan mencari laga-laga di kawasan tersebut. Saat ia sampai di sebuah ajang, ia berharap akan ada seseorang yang dapat dilawan, yang mendekati tinggi badan dan kemampuannya. Adalah normal untuk tidak mengetahui siapa yang akan dilawannya sampai hari pertandingan itu.
Petchmorakot berlaga berkali-kali tiap bulannya. Saat perayaan Tahun Baru Thailand, ia akan memaksimalkan kesempatannya dengan berlaga sampai lima kali dalam satu minggu.
“Tidak ada yang lebih bagus daripada Muay Thai, terutama untuk mendapatkan penghasilan. Saya ingin membantu orang tua saya,” sebut Petchmorakot.
Ayahnya mengirim dirinya ke sasana yang cukup besar di ibukota distrik tersebut beberapa tahun kemudian, supaya ia dapat naik tingkat dalam kariernya. Ia tinggal di sana sampai dirinya berusia 15 tahun dan dilirik oleh sebuah sasana di Bangkok, namun itu adalah sebuah transisi yang sangat sulit.
“Di saat yang bersamaan, saya takut dan bersemangat untuk pergi ke Bangkok,” akunya. “Saya pergi sendiri, tidak pernah begitu jauh dari rumah sebelumnya.”
Perjalanan Di Arah Yang Salah
Tidak lama kemudian, Petchmorakot menjuarai salah satu laga terbesar dalam olahraganya, yaitu gelar Kejuaraan Dunia Lumpinee Stadium Muay Thai, namun hidup yang penuh pengorbanan dan kesulitan yang dialaminya seiring dengan peningkatan prestasinya itu segera membuatnya kelelahan.
Ia menjalani jadwal yang sibuk melawan berbagai atlet elit dengan sedikit waktu istirahat, dan setelah hampir satu dekade berkompetisi, berlatih dan mengurangi berat badan, motivasinya mulai menghilang.
“Pengurangan berat selalu menjadi hal yang sangat sulit bagi saya,” jelasnya. “Saya mengetahui bahwa saya harus melakukan itu, tetapi itu selalu menjadi perjuangan besar.”
Satu hari, ia merasa semua itu terlalu berat, dan Petchmorakot mengambil langkah yang salah. Ia memilih berkumpul bersama teman-temannya, tidur tidak teratur dan berbicara pada para wanita di telepon, serta kehilangan semua minat untuk berlatih.
Tanpa fokus di sasananya, manajemennya berhenti memberinya laga, yang meninggalkan sang remaja ini tidak memiliki pekerjaan sampai ia kembali meluruskan diri dan terfokus pada misinya.
“Saya membutuhkan beberapa waktu, namun saya mengetahuinya sendiri. Bertanding adalah tujuan hidup saya,” sebutnya.
Kembali berdiri, karier Petchmorakot beranjak maju dan ia tidak menyia-nyiakan waktunya. Ia bergabung dengan Petchyindee Academy, dimana ia masih berlatih sampai hari ini. Di sana, ia kembali meraih prestasi dengan memenangkan empat gelar lainnya, termasuk sebuah gelar Juara Dunia Lumpinee Stadium lain dalam divisi yang berbeda, serta gelar Kejuaraan Dunia WMC.
Namun, kemenangan terbesarnya di skena stadion Thailand bukanlah terkait perebutan gelar. Pada tahun 2014, Petchmorakot yang berusia 20 tahun mengalahkan Saenchai PK.Saenchaimuaythaigym – kekalahan terakhir dalam karier ikon Muay Thai internasional tersebut.
“Itu adalah momen yang sangat membanggakan bagi saya. Saya bersyukur dapat berbagi ring bersama seorang legenda,” tegas Petchmorakot.
Meraih Kejayaan
Pada tahun 2018, Petchmorakot adalah salah satu atlet pertama yang terlibat di ONE Super Series, saat ia menjalani debut melawan Fabrice Fairtex Delannon di ajang ONE: PINNACLE OF POWER.
Walau penampilan perdana Petchmorakot dalam organisasi bela diri terbesar di dunia ini terjadi melalui pemberitahuan singkat melawan seorang mantan rekan latihannya, ia menjalani tugasnya dengan sangat baik.
“Kita pernah berlatih bersama sebelumnya, tetapi saya adalah seorang petarung dan ini adalah pekerjaan saya. Saya hanya pergi bekerja,” sebutnya.
Setelah beberapa laga menarik lainnya, serta sebuah perpindahan ke disiplin yang baru dalam rangkaian turnamen ONE Featherweight Kickboxing World Grand Prix, warga Ubon Ratchathani meraih kesempatan memperebutkan gelar Juara Dunia ONE Featherweight Muay Thai perdana.
Sebuah penampilan dominan melawan Pongsiri PK.Saenchaimuaythaigym pada bulan Februari 2020 memberinya kebanggaan besar, karena ia meraih penghargaan tertinggi dalam disiplin itu dan memberinya kehormatan untuk memimpin negaranya di atas panggung dunia.
Namun, lebih dari segalanya, pria berusia 26 tahun ini bersyukur atas keberhasilan dalam mengubah kehidupannya – terutama dengan caranya mengamankan masa depan keluarganya.
“Muay Thai mengubah hidup saya dan memberi saya segalanya,” tambahnya.
“Itu mengajarkan saya tentang kehidupan, memberi saya kemampuan untuk mempertahankan diri saya sendiri, serta memberi saya kemampuan untuk memberi penghasilan bagi keluarga saya. Saya dapat dengan bangga berkata [bahwa] Muay Thai adalah hidup saya. Itu memberi saya segalanya, termasuk nama besar bagi diri saya sendiri.”
Baca juga: Refleksi Petchmorakot Atas Malam Bersejarah Di Jakarta