Bagaimana Muay Thai Menyelamatkan Panpayak Dari Kemiskinan
Panpayak “The Angel Warrior” Jitmuangnon akan kembali berlaga di atas panggung dunia ONE Championship pada akhir bulan ini.
Pria yang beberapa kali menjadi Juara Dunia Lumpinee dan Rajadamnern Stadium ini telah menyusun karier yang menakjubkan, termasuk beberapa kemenangan bersama organisasi bela diri terbesar di dunia ini, namun ia membutuhkan perjuangan berat dan dedikasi tinggi selama bertahun-tahun demi meraih puncak.
Sebelum ia tampil kembali dalam rangkaian ONE Super Series pada hari Jumat, 31 Juli dalam ajang ONE: NO SURRENDER, mari kita lihat kembali bagaimana dirinya keluar dan kemiskinan dan meraih berbagai gelar untuk menjadi seniman bela diri kelas dunia.
Bisnis Keluarga
วันแม่555
Posted by Taewan Saenngen on Sunday, August 12, 2018
Sebagai anak ketiga dari empat bersaudara, Panpayak lahir dalam keadaan yang kurang beruntung.
Keluarganya menyewa sebuah apartemen kecil berkamar satu – tidak lebih besar dari sebuah kamar tidur – di Samut Prakan, selatan Bangkok. Mereka tidur di lantai dan melipat alas tidurnya saat terbangun.
Ibu Panpayak selalu meninggalkan rumah sebelum fajar untuk bekerja di pabrik plastik, dimana ia mendapatkan upah sebesar 300 baht (sekitar 140 ribu rupiah) per hari. Ayahnya diam di rumah dan membantu persiapan sekolah.
Walaupun mereka hidup dalam kondisi sangat terbatas, ayahnya selalu berharap bahwa seluruh anak-anaknya dapat bertumbuh menjadi atlet.
Ia adalah seorang penggemar berat “seni delapan tungkai,” dan cukup memahami olahraga nasional Thailand ini agar dirinya dapat membantu anak-anaknya memulai.
“Ayah saya selalu menginginkan kami untuk tetap aktif dan berolahraga, tetapi kebanyakan olahraga pasti mengeluarkan biaya,” kata Panpayak.
“Stik golf sangatlah mahal, dan untuk sepak bola, anda perlu seragam, biaya klub dan sepatu. Untuk Muay Thai, yang anda perlukan hanyalah tubuh anda. Ia membeli samsak buatan sendiri dan meminta beberapa pad tinju usang dari seseorang.”
Mereka akan pergi ke sebuah lapangan di pusat komunitas setempat – membawa samsak mereka sendiri untuk berlatih – meski sang ayah tidak dapat terlalu banyak membantu karena ukuran tubuhnya.
“Ayah saya sangat tinggi dan selalu merasa pegal setelah memegang pad dari kami,” katanya.
“Jadi sebaliknya, ibu saya yang memegangi pad untuk kami semua setelah ia selesai bekerja di pabrik.”
Latihan itu cukup untuk mempersiapkan Panpayak dalam laga perdananya di festival kuil di daerahnya, saat ia berusia 8 tahun. Ia memenangkan laga pertamanya itu dan mendapatkan 300 Baht sebagai hadiah.
“Saya sangat senang mendapatkan uang, saya memberi semuanya ke ibu saya,” katanya.
“Ia lalu membagi uang itu dengan saya, dan saya menghabiskannya dengan membeli permen!”
Pertaruhan Besar
เห็นธอแล้วอยากถอด onami 🤔
Posted by Taewan Saenngen on Wednesday, November 28, 2018
Kemampuan Panpayak dalam berkompetisi hanya berarti bahwa dirinya segera mendapatkan kesempatan berlaga di seluruh pelosok negara, terutama di daerah timur laut kawasan Isaan.
Namun, cara keluarganya pergi ke tempat pertandingan tidaklah ideal bagi seseorang yang akan memasuki ring.
“Kami tak punya uang untuk naik bis, jadi kami harus menggunakan layanan kereta gratis yang diberikan pemerintah,” jelasnya.
“Kereta itu selalu lambat dan terlalu penuh. Terkadang, kami tak mendapatkan tempat duduk yang cukup.”
Saat mereka tiba, keluarganya terbiasa menginap di rumah seseorang di lokasi itu. Setelah beristirahat sejenak, itulah waktunya pergi ke tempat bertanding.
Panpayak hanya mendapatkan beberapa ribu Baht atas usahanya, yang hampir tak dapat menutup pengeluarannya. Ada tekanan yang sangat besar bagi dirinya untuk menang.
“Kami semua mempercayai kemampuan saya, namun kami tidak mempunyai uang untuk bertaruh, jadi kami harus mengandalkan uang tips,” sebutnya.
“Jika saya kalah, kami akan kehilangan uang karena biaya yang dikeluarkan untuk berlaga.”
Termotivasi dengan niatnya untuk memberi penghasilan lebih baik untuk keluarganya, Panpayak harus bertahan dari perjalanan panjang yang sarat dengan ketidakpastian dan halangan. Sebuah kemenangan tidak berarti sebuah perayaan, namun, ia hanya pulang ke rumah dan menjalani tugas berikutnya.
“Setelah semua laga tersebut, kami harus tidur di bis atau stasiun kereta,” katanya.
“Saya selalu kedinginan, dan terganggu banyak nyamuk.”
Terbayarnya Kerja Keras
PANPAYAK SMASHING PADS!Panpayak vs Yodlekpet, tomorrow at Lumpinee Boxing Stadium. Do not miss it!
Posted by MuayTies on Monday, February 19, 2018
Pada akhirnya, upaya keluarganya ini berbuah. Saat Panpayak berusia 12 tahun, seluruh keluarganya pindah ke sasana Jimuangnon di Nonthaburi, bagian utara Bangkok.
Kedua orangtuanya mendapatkan tawaran pekerjaan sebagai penjaga sasana, dimana kakaknya tertua mulai bekerja sebagai pelatih. “The Angel Warrior,” serta kedua saudaranya, terus bertanding.
Akhirnya, hidup menjadi lebih mudah bagi keluarganya.
“Sasana ini memberi banyak hal bagi kami. Selalu ada banyak makanan dan mereka memberi saya uang untuk pergi ke sekolah.”
Sudah hampir 10 tahun sejak Panpayak pertama kali menginjakkan kakinya ke dalam sasana yang lengkap itu, dimana sejak itu ia dan keluarganya tidak pernah menoleh kebelakang.
Sebagai yang paling berprestasi di antara semua saudaranya, Panpayak kini adalah Juara Dunia dua divisi Lumpinee Stadium Muay Thai dan Juara Dunia dua divisi Rajadamnern Stadium Muay Thai dengan sebuah catatan rekor 243-40-3.
Sebagai tambahan, ia juga memenangkan prestasi tertinggi dalam disiplin Muay Thai, yaitu “The Sports Writers Award,” sebanyak tiga kali berturut-turut sejak tahun 2013-2015.
Masa Depan Di Panggung Dunia
Panpayak saat ini hanya berusia 22 tahun, dan momen terbaiknya mungkin masih jauh di depan mata bersama ONE.
Praktisi Muay Thai perfeksionis ini akan ingin melanjutkan dominasinya di dalam organisasi bela diri terbesar di dunia ini, terutama setelah beberapa kemenangan yang diraihnya, seperti saat bertemu dengan Juara WKA Eropa Rui Botelho dari Portugal, dalam laga Muay Thai divisi flyweight di ajang ONE: DESTINY OF CHAMPIONS bulan Desember lalu.
Pada hari Jumat, 31 Juli ini, ia akan berhadapan dengan Superlek Kiatmoo9 dalam ONE: NO SURRENDER di Bangkok, dalam sebuah ajang perdana organisasi ini setelah pandemi COVID-19 yang melanda dunia.
Baca juga: Kesulitan Yang Diatasi Superlek Kiatmoo9 Menuju Kejayaan