Dengan Semangat Juang, Bruno Pucci Taklukkan Masalah Pertumbuhan, Obesitas Dan Perundungan
Bruno Pucci memiliki banyak hal yang dapat membuatnya tersenyum.
Pria asal Brasil berusia 27 tahun ini menjadi salah satu atlet terkuat dalam divisi featherweight ONE Championship, dimana ia sehari-hari berlatih bersama para juara dunia bela diri di Evolve MMA, dan bertunangan dengan Juara Dunia ONE Women’s Atomweight “Unstoppable” Angela Lee.
Segala sesuatunya berjalan dengan sangat mulus bagi sang Juara Dunia No-Gi BJJ dua kali ini, dimana tahun 2017 menjadi tahun yang sangat baik bagi dirinya.
Tak mudah bagi dirinya untuk mencapai titik ini, baik dalam karier dan kehidupannya. Faktanya, banyak hal yang nampak tidak mungkin bagi Pucci sejak ia lahir ke dunia ini.
Bertumbuh Dengan Defisiensi Hormon Pertumbuhan
Bertumbuh besar di Curitiba, Brasil, ia adalah anak bertubuh besar yang seringkali dirundung, hanya memiliki beberapa teman, serta bertahan dengan sakit hati dan isu emosional lainnya terkait perpisahan orang tuanya. Sebagai tambahan, ia juga sangat pendek, dan pada usia ke-10, dokter mendiagnosanya dengan defisiensi hormon pertumbuhan anak.
Selama lima tahun berikutnya, Pucci harus menerima perawatan yang berupa suntikan harian untuk mengobati defisiensi ini. Namun, sebagai tambahan, sang dokter juga memberi saran yang berharga.
“Pada dasarnya, dokter menyarankan saya untuk berolahraga demi membantu kondisi saya,” kenangnya. “Saya mencoba beberapa jenis olahraga, namun saya tidak pernah menekuni satu pun dari itu.”
Atlet muda bernama “Puccibull” ini tidak menampilkan bakat alami dalam olahraga skateboard, sepak bola, atau tenis, dimana walaiu ia mahir berenang, aktivitas tersebut tidak menarik perhatiannya.
Namun, dalam satu sore pada tahun 2004, saat atlet Brasil ini berkeliling daerah tempat tinggalnya bersama sang ayah, mereka menemukan sebuah akademi seni bela diri. Dojo itu menawarkan kelas dalam berbagai disiplin, termasuk Muay Thai, karate dan tinju.
Hal ini segera menarik perhatian Pucci, yang sangat menggemari film aksi yang menampilkan figur-figur seperti Jean-Claude Van Damme. Sebagai hasilnya, ia mengembangkan minat yang cukup besar bagi disiplin striking.
Alih-alih memberinya kesempatan untuk menyalurkan kegemarannya memukul dan menendang, ayahnya menyarankan Pucci untuk mencoba kelas Brazilian Jiu-Jitsu. Sang anak pun menurutinya dan seketika terpincut. Ada sebuah teknik yang menjadikannya sangat tertarik dengan seni bela diri yang disebut juga sebagai “gentle art” ini.
“Saya mempelajari teknik [kuncian] armbar, dan melihat bahwa gerakan tersebut sangat keren. Saya tidak mengetahui apa maksud dari teknik tersebut. Itu sangat berbeda dari perspektif saya. Saya tak hanya memikirkan tentang pukulan. Saya berpikir, ‘Wow, ini sangat efektif’ karena mereka menempatkan saya dalam kuncian armbar dan saya tak dapat lolos, dan itu menarik bagi saya,” kenangnya.
Setelah tiga bulan menjalani disiplin ini, sang pelatih pun mengajaknya untuk menguji kemampuan dalam kompetisi. Sejak saat itu, Pucci pun berpartisipasi dalam berbagai turnamen. Sebagai tambahan, master di atas kanvas ini mengurangi kelebihan berat badannya, bertransformasi menjadi atlet muda yang handal, serta mendapatkan kemampuan pertahanan diri dalam prosesnya.
Dan jelas, perundungan itu pun berhenti dengan sendirinya.
Menjadi Juara Dunia BJJ
Pada usianya yang ke-16, ia menekuni disiplin jiu-jitsu ini lebih dalam dan bermimpi untuk menjadi seorang Juara Dunia. Ia menghabiskan waktu luangnya di atas matras, berdeterminasi untuk menjadi jauh lebih baik dan mencapai tujuan utamanya.
Namun, pada awalnya, ia tidak memiliki reputasi untuk meraih kemenangan. Atlet Brasil ini memiliki kemampuan yang di bawah rata-rata, bahkan saat menghadapi lawan dalam peringkat yang sama, serta memiliki beberapa keraguan yang harus diatasi.
“Ada satu titik pada awalnya dimana saya tidak mengetahui apakah saya akan berhasil. Saya sangat gugup. Secara mental, saya tak dapat berkompetisi. Saya tampil buruk dalam berbagai kompetisi, namun pada hari berikutnya saya selalu kembali ke sasana untuk berlatih,” jelasnya.
“Saya terbiasa berkompetisi hampir setiap akhir minggu. Terkadang saya menang, kadang kalah, namun hari berikutnya saya akan kembali berlatih. Saya melihat seberapa sulitnya menjadi Juara Dunia, maka saya hanya berkata akan mencoba semampu saya dan melihat apa yang terjadi.”
Semakin Pucci giat berlatih, semakin yakin dirinya. Seluruh tekniknya terasah secara konstan, dan tidak mengejutkan, ia tampil jauh lebih baik dalam arena kompetisi. Seluruh kerja keras dan dedikasi itu terbayar pada tahun 2009, dimana ia memenangkan Kejuaraan Dunia No-Gi BJJ. Ia mengulangi pencapaian tersebut pada tahun 2010.
“Tak ada seorang pun yang berlatih lebih dari saya. Mungkin saya tak memiliki bakat seperti beberapa pria yang menang dalam percobaan pertama mereka, tetapi saya akan tetap mencoba dan melakukan yang terbaik,” tegasnya.
“Tidak ada rahasia apapun. selama anda berlatih dan bekerja keras, serta terus melakukannya, maka anda tak akan gagal. Itu tidak mudah, dan butuh waktu sangat lama untuk menjadi Juara Dunia, namun saya memiliki keyakinan diri. Saya tampil dengan baik.”
“Puccibull,” yang menerima sabuk hitamnya dari Sebastian Lalli pada tahun 2012, mengetahui seberapa sulitnya untuk menjadi seorang Juara Dunia, dimana ia juga telah terfokus untuk mengulangi hasil kejuaraan tersebut di dalam arena ONE Championship.
Bertahan Melewati Tantangan
Pada Oktober 2011, atlet Brasil ini resmi memasuki dunia bela diri profesional.
Ia memenangkan tiga laga awalnya melalui kuncian rear-naked choke, termasuk dalam debutnya bersama ONE atas Bashir Ahmad di bulan September 2013. Saat itu, ia juga pindah ke Singapura dan bergabung dengan Evolve Fight Team yang terkenal.
Setelah kekalahan KO dari Major Overall pada bulan Mei 2014, “Puccibull” terpaksa menghabiskan 18 bulan di pinggir arena untuk memulihkan diri dari cederanya, serta sebuah operasi tulang punggung yang besar untuk memulihkan dua tulang pinggulnya.
Walau ia meraih kemenangan saat kembali ke dalam arena, ia mengalami sebuah kemunduran lain saat terkena KO dari Nuerdebieke Bahetihan pada September 2016. Itu adalah sebuah kekalahan yang sangat sulit, tetapi Pucci mengetahui bahwa itu dapat menjadi sebuah pembelajaran besar dan terpenting bagi dirinya.
“Saya menyadari bahwa saya dapat tampil jauh lebih sabar lagi,” aku Pucci. “Saya akan mengatakan bahwa itu adalah permasalahan saya. Saya sangat tidak sabar. Bahkan di dalam arena, saya tidak sabar. Saya ingin menyelesaikan segala sesuatunya dengan cepat, maka (kekalahan dari Bahetihan) itu adalah kesalahan saya. Tiap laga adalah proses pembelajaran, dan itulah yang terjadi.”
Kini, sang Juara Dunia BJJ dua kali ini ingin berada di puncak permainannya. Ia baru-baru ini mengalahkan Jimmy “The Silencer” Yabo di ajang ONE: LIGHT OF A NATION, Juni lalu, meningkatkan rekornya menjadi 4-2, serta ingin naik peringkat dalam divisi featherweight pada tahun 2018.
Terlepas dari segala tantangan, ia mampu bertahan selama hidupnya, serta mengatasi semua itu melalui kerja keras dan ketekunan. Inilah kunci kesuksesannya sejauh ini dan di masa depan.
“Saya bekerja keras. Saya kira kerja keras akan terbayar. Itulah apa yang saya hadapi dalam kehidupan saya dan tak ada perbedaannya dengan saat ini.”