Michelle Nicolini Patahkan Stereotip Dan Menjadi Juara BJJ
Walau Michelle Nicolini adalah salah satu grappler terbaik dalam Brazilian Jiu-Jitsu, ia harus berjuang melawan prasangka buruk untuk membawa kemampuannya dikenal di tanah kelahirannya.
Atlet berusia 37 tahun ini – yang menghadapi “Unstoppable” Angela Lee dalam ajang ONE: MASTERS OF DESTINY hari Jumat, 12 Juli ini di Kuala Lumpur, Malaysia – harus mendobrak batasan dan mematahkan berbagai presepsi sebelum ia mendapatkan penghargaan yang layak.
Kini, atlet Brasil ini dikenal sebagai salah satu ikon dalam olahraganya, serta telah menjadi salah satu seniman bela diri campuran divisi strawweight yang dihormati dalam ONE Championship.
Sebelum Nicolini memasuki ring demi meraih kemenangan terbesar dalam kariernya di “The Home Of Martial Arts” sampai saat ini, serta maju ke dalam perebutan gelar Juara Dunia, ia menjelaskan bagaimana dirinya menemukan gairah dalam BJJ serta menjadi figur yang inspirasional di seluruh dunia.
Olahraga Di Atas Studinya
Nicolini lahir dan dibesarkan di kota Itu, Sao Paulo.
Sebagai perbandingan dari ibukota yang sangat padat, yang menjadi rumah bagi 12 juta orang, kota kelahirannya ini sangat tenang dan ia pun menikmati masa kecil yang berbahagia bersama dua saudara dan orang tuanya.
“Saya bertumbuh dan hidup di sana sampai berusia 26 tahun,” kata Nicolini.
“Masa kecil dan keluarga saya sangatlah baik. Saya tinggal di kota kecil – tidak ada yang sangat berbahaya. Saya terbiasa bermain di luar rumah. [Saya adalah] anak yang bahagia dan sehat.”
Bahkan sebagai anak kecil, Nicolini selalu tertarik pada berbagai macam olahraga. Namun, orang tuanya sangat terfokus pada pendidikan, maka ia harus mendapatkan nilai yang bagus untuk tetap dapat menjalani aktivitas favoritnya.
“Sejak kecil, saya selalu suka berolahraga di luar – voli, sepak bola, bersepeda,” kata Nicolini.
“Saya kira nilai-nilai saya di sekolah cukup baik – saya tidak pernah menjadi murid terbaik. Maka, saat saya mendapatkan nilai jelek dalam ujian saya, ibu saya sering menghukum saya dengan melarang saya berolahraga.”
Sarana Terbaik
Walau pencapaian akademik Nicolini mungkin tidak terlalu cemerlang, ia selalu menghindari masalah di sekolah – walau ia juga terlibat perkelahian dengan saudara-saudaranya di rumah.
Setelah beberapa benturan fisik diantara mereka, orang tua Nicolini memutuskan untuk mendaftarkannya dalam kelas bela diri untuk memberinya penyaluran bagi agresinya.
“Kakak-kakak perempuan saya sangatlah tenang, namun saya seringkali terbiasa mengejar mereka. Saya suka berkelahi dengan mereka,” sebut Nicolini.
“Orang tua saya tidak senang, tentunya. Kami mulai mencari sesuatu yang dapat saya latih, dan kami pun menemukan capoeira.”
Disiplin asal Brasil ini memadukan tarian, akrobatik dan bela diri – dimana Nicolini segera jatuh cinta pada disiplin ini. Sayangnya, empat tahun setelah ia memulai, instrukturnya pindah ke kota lain.
Karena ia tidak memiliki hubungan yang sama dengan para pelatih lain di akademinya, ia memutuskan untuk mencoba disiplin Brazilian Jiu-Jitsu.
“Saya kehilangan minat dalam capoeira,” jelas Nicolini.
“Saya masih berusia 17 tahun. Saya mencari seni bela diri yang lain, dan saya memikirkan tentang judo sampai seorang teman yang telah berlatih Brazilian Jiu-Jitsu berbagi tentang itu.”
“Ia mendorong saya untuk mencobanya, dan sejak kelas pertama itu, saya belum pernah berhenti.”
Berjuang Agar Diterima
BJJ menjadi fenomena global karena banyak orang yang berlatih untuk kompetisi, mempertahankan diri, atau hanya bersenang-senang serta meningkatkan kebugaran dan keyakinan diri mereka.
Tetapi, Nicolini mengatakan bahwa itu bukanlah pilihan utama di kota kelahirannya, saat ia memulai latihan dalam disiplin juga yang dikenal sebagai “the gentle art” ini – dimana disiplin ini terasosiasi dengan beberapa hal buruk yang terjadi saat itu.
“Saat itu, jiu-jitsu tidak pernah dilihat dengan baik,” sebut Nicolini.
“Jika orang berkelahi di luar, tampilan di televisi akan mengatakan, ‘Praktisi jiu-jitsu terlibat perkelahian jalanan dan ditangkap.’ Hal-hal seperti itu sudah biasa.”
Bahkan sebagai tambahan, Nicolini berusaha melawan miskonsepsi bahwa olahraga ini hanya diperuntukkan bagi pria, dan wanita tidak seharusnya terlibat.
“Untuk merubah impresi buruk tentang Brazilian Jiu-Jitsu ini cukup berat bagi para lelaki, jadi bayangkan apa jadinya bagi kami, para wanita,” tambahnya.
“Semua orang melihat saya seperti, ‘Oh, kamu berlatih Brazilian Jiu-Jitsu, itu sangat kasar,’ atau, ‘Ini bukannya untuk lelaki, benar?’ Saya kira dibutuhkan beberapa tahun lamanya bagi para wanita untuk merubah mentalitas ini.”
Hal ini menjadi tantangan yang sangat sulit untuk diatasi Nicolini, namun dengan waktu dan kesabaran yang luar biasa, masyarakat Brasil mulai melihat BJJ dalam perspektif yang berbeda.
Saat kompetitor strawweight ini meraih sabuk hitamnya dan berlanjut merebut delapan gelar Juara Dunia, serta berbagai penghargaan lainnya, ia menerima penghormatan seperti para wanita lainnya yang mengenakan gi.
Masa Depan Dalam Kejuaraan
Pada tahun 2011, Nicolini bertransisi ke seni bela diri campuran, dimana ia mengetahui dirinya akan menghadapi tantangan berat lainnya.
Ia harus mempelajari berbagai kemampuan baru dari beberapa disiplin – dengan cepat – untuk bertahan, namun tidak seperti pendatang baru yang memasuki olahraga ini, ia memiliki target besar karena pencapaiannya dalam Brazilian Jiu-Jitsu.
Terlepas dari itu, ia juga telah menampilkan bagaimana ia mengadaptasikan kemampuannya untuk berkompetisi dengan sarung tangan 4-ons, dengan tingkat penyelesaian submission sebesar 100 persen dalam lima kemenangannya – termasuk tiga bersama ONE.
Ia pun telah menghabiskan beberapa waktu sebagai anggota tim Evolve di Singapura, namun ia kini kembali ke tanah kelahirannya untuk berlatih bersama spesialis BJJ lainnya yang menemukan kesuksesan dalam seni bela diri campuran demi membawa permainannya ke tingkatan yang lebih tinggi.
“Saya menyukai bagaimana saya masih tetap belajar,” kata Nicolini.“Saya pindah kembali ke Brasil, dan mengunjungi tempat terbaik yang saya tahu, Vila da Luta oleh Demian Maia. Sejak itu, segala sesuatunya menjadi lebih masuk akal bagi saya.”
Kini, dengan persiapan luar biasa, atlet berusia 37 tahun ini akan menghadapi ujian terberatnya di atas panggung dunia saat ini – dimana sebuah kemenangan dapat memberinya kesempatan perebutan gelar Juara Dunia ONE Strawweight.
“Saya sangat senang atas laga ini – saya kira kami akan menampilkan pertunjukkan yang hebat – kami berdua, saya yakin,” tambah Nicolini.
“Ia juga memiliki sabuk hitam Brazilian Jiu-Jitsu. Saya tidak mengetahui apa yang akan dibawanya ke dalam laga, namun saya siap menghadapi situasi apapun.”