Odie Delaney Berjuang ‘Membantu Orang’ Setelah Perjalanan Berat Ke Atas Panggung Dunia

Thomas Narmo Odie Delaney BAD BLOOD 1920X1280 35

Odie Delaney nampak memiliki takdir masa depan yang cerah di divisi heavyweight bela diri campuran ONE Championship, namun awalnya atlet elite itu tidak melihat ini sebagai panggilannya.

“The Witness” mengatasi beberapa halangan luar biasa untuk mencapai titik ini, dan saat ia menghadapi Mehdi Barghi di ONE 158: Tawanchai vs. Larsen Jumat nanti, itu akan menjadi kemenangan lainnya untuk tekad kuat dan ketekunannya.

Simak bagaimana seorang anak dari kota kecil di Amerika Serikat berjuang melalui tantangan hidup dan menemukan cara untuk kembali ke atas panggung bela diri dunia. 

Mengatasi Perundung Di Alaska

Delaney lahir dan dibesarkan di kota dengan penduduk sebanyak 2.000 bernama Willow, dimana ia bertumbuh besar sebagai anak kedua dari empat bersaudara dalam keluarga yang erat. 

Namun, pria berusia 32 tahun ini tak memiliki kenangan indah tentang tempat itu, karena dirinya menderita dari perundungan terus menerus dari teman-temannya.

“Willow berada jauh dari mana pun. Tak ada yang pernah mendengar tempat itu. Tetapi, ya, itulah dari mana saya berasal. Itulah tempat saya bertumbuh dewasa,” kata Delaney.

“Saat saya masih muda di Alaska, saya dirundung secara brutal. Perundungan adalah permasalahan besar dalam hidup saya. Saya akan pulang sambil menangis ke ibu saya setiap hari. Saya sangat tinggi, kurus dan canggung. Dan saya selalu sedikit bertingkah aneh. Saya mengalami waktu yang sulit di sekolah.”

“Tetapi saya berpikir bahwa perundungan itu membawa saya ke jalur dimana saya berada saat ini. Ada hal lain yang ikut berkontribusi kemudian, tetapi [itu memberi saya] keinginan untuk mempertahankan diri dan teman-teman, serta melawan yang buruk dan orang-orang kejam di dunia.”

Saat Delaney berusia 14 tahun, ibunya menikahi ayah tirinya, dan keluarga itu pindah ke Florida – jauh dari kehidupan awal mereka di pedesaan.

Ini berbalik menjadi langkah positif bagi “The Witness.” Ia menemukan lingkaran sosial yang baru, dan perundungan itu pun berhenti, dimana ia mendapatkan keyakinan baru dalam dirinya.

“Perubahan budaya itu sangatlah ekstrim. Seperti yang saya katakan, saya bertumbuh besar di kota dimana tak ada orang di dalamnya. Saya harus berjalan beberapa kilometer untuk bertemu satu teman yang saya miliki, dimana saya bertumbuh dewasa. Saya kira Alaska, secara budaya, mungkin ada di belakang 20 tahun lamanya,” ia berkata.

“Tak ada banyak perundungan di Florida. Mungkin itu adalah bagian lain dari perubahan budaya itu, tapi saya melihat semua orang itu sangat baik, sangat ramah. Saya mendapatkan sekelompok teman di saya yang merawat saya.”

Mulai Tertarik Pada Gulat

Florida adalah tempat dimana Delaney menemukan olahraga gulat secara formal. Ia pernah bergulat sebelumnya bersama keluarga di Alaska, namun ia bertemu pelatih yang mendorongnya mengejar karier di rumah barunya itu.

“The Witness” adalah remaja yang besar, yang menjadikannya cocok masuk ke dalam tim American football – sesuatu yang ia akan lakukan jika dirinya mendapatkan sesuatu di luar itu.

“Saya pergi ke sekolah menengah atas bernama South Walton High di Florida. Mereka bahkan tidak memiliki tim gulat,” katanya.

“Di bagian selatan Amerika Serikat, football itu menjadi raja. Dan pelatih football berkata ia akan memulai program gulat jika saya bermain di sana. Maka saya melakukannya.”

Dengan dukungan dari ibu dan ayah tirinya, Delaney menjalani kedua disiplin itu, walau gulatlah yang sangat menarik hatinya.

Atlet muda ini juga terdorong meraih kesuksesan berkat sosok kunci lain dalam hidupnya – sosok yang melihat potensi luar biasa dari “The Witness” dan mendukung perjalanannya menuju gelar negara bagian dan status All-American di sekolah menengah atas.

“Saya mencintai gulat sebagian besar karena satu orang bernama Marty Chouinard, yang telah menjadi mentor sejak tahun pertama saya di sekolah menengah atas. Saya kira ia melihat sesuatu dalam diri saya dan membantu mendorong saya dalam disiplin gulat dan atletik. Sejujurnya, juga pertumbuhan saya sebagai seorang pria,” jelas Delaney.

“Ia akan membawa saya keseluruh bagian negara untuk mengikuti turnamen, dan saya kira ia benar-benar membakar gairah itu dalam diri saya, karena ia percaya pada saya dan berpikir saya dapat menjadi seseorang yang spesial.”

“Sebagai pria muda, saya kira sangat penting untuk memiliki seseorang yang melakukan itu bagi anda.”

Bertahan Dan Meraih Keberhasilan Di ‘The Citadel’

Setelah lulus sekolah, Delaney pindah ke The Citadel – sebuah kampus militer yang terkenal di South Carolina – dimana kemampuan gulatnya menjadikan dirinya aset yang berharga.

Tetapi, sebelum itu, ia harus melewati tantangan seperti yang lain, dan ini menjadi pengaruh krusial lain dalam kehidupan pribadinya. 

“The Citadel menjadi pengalaman yang brutal. The Citadel adalah akademi militer dimana itu tidak seperti di film-film. Itu tak seperti pengalaman kuliah biasanya,” kenang Delaney.

“Itu sangat militeristik: seragam, berbaris, diteriaki, dibentak, melihat kamar anda diobrak-abrik. Satu tahun pertama, anda menjadi yang disebut ‘knob.’

“Anda akan dicukur licin, dan anda harus berlari dengan dagu terlipat. Itu sangat, sangat menekan, dan memang seharusnya begitu. Itu dimaksud untuk menghancurkan dirimu dan membangunmu lebih kuat lagi.”

Walau ia selalu didesak sampai batasannya, “The Witness” tetap bertahan dan tidak bergeming. Ia memadukan pelajarannya dan kasih sayang yang keras itu dengan latihan gulatnya.

Dan, setelah bertahan dari jadwal yang sangat padat itu, ia menuai hadiahnya dengan cara yang besar, yaitu menjadi Juara Southern Conference empat kali, All-American Divisi 1, dan atlet yang masuk ke ‘Citadel Hall of Fame.’

“Itu mungkin menjadi hal tersulit yang saya pernah lakukan dalam hidup saya. Dan saya tidak mengetahui apakah saya akan pernah melakukan sesuatu sekeras itu lagi,” kata Delaney.

“Semua itu memang sangat sulit, namun saya dapat berkata pada anda sekarang setelah saya berada di sisi lain dari itu, melihat ke belakang, itu mungkin adalah pengalaman paling berharga dalam seluruh kehidupan saya karena saya yakin saya dapat menghadapi apa pun di titik ini.”

Memenuhi Tujuannya Melalui MMA

Setelah menyelesaikan kuliah, Delaney menjadi penegak hukum, dimana ia berpikir dirinya akan dapat menjalani hidupnya untuk membantu dan melayani banyak orang.

Namun, ia melewati beberapa momen yang sangat sulit di kepolisian dan memilih untuk mengubah kariernya – walau ia tak selalu menyadari itu akan membawanya kembali ke seni bela diri.

Ia mengambil waktu untuk mempelajari kekuatannya dan mengetahui cara lain demi memberi dampak positif pada dunia, dan segera setelah itu, ia menyadari bahwa MMA mungkin adalah sarana yang tepat.

“Saya melewati beberapa hal yang sulit dalam penegakan hukum dan seperti harus mendefinisikan ulang diri saya, mengubah jalur karier saya,” jelas Delaney. 

“Saya harus berhenti dan berpikir, ‘Baik, apakah karunia yang Tuhan berikan pada saya? Apa yang dapat saya lakukan dengan hidup saya yang menguntungkan bagi diri saya dan orang lain?’”

“Gulat memang selalu menjadi kesukaan saya, [dan saya kira] saya ingin mencoba jiu-jitsu. Maka saya mulai mencoba jiu-jitsu dan jatuh cinta dengan itu.”

“Beberapa orang yang baik akan datang pada saya dan berkata, ‘Hei, bro, jika kamu belajar beberapa submission, jika kamu menjadi bagus di jiu-jitsu, kamu akan menjadi pembunuh. Lalu, jika kamu mempelajari sedikit tentang striking, wow, kamu akan menjadi pembunuh super.’”

“Sepertinya itu hanya terjadi secara alami seperti itu bagi saya.”

Dengan itu, “The Witness” menenggelamkan dirinya dalam MMA dan meraih kontrak untuk berkompetisi dalam divisi heavyweight ONE Championship yang berkembang pesat.

Hal itu memberinya kesempatan menjangkau massa melalui platform olahraga global terbesar – sesuatu yang ia yakini berbagi nilai-nilai yang sama.

“Pendorong terbesar adalah bahwa saya ingin membawa pesan pada dunia, dan saya berpikir itu benar-benar sejalan dengan ONE,” kata Delaney.

“[CEO ONE Championship] Chatri Sityodtong berbicara tentang seni bela diri dan kehormatan dan respek, dan itulah yang saya pikirkan tentang bagaimana seni bela diri seharusnya saat bertumbuh dewasa.”

Ke depannya, atlet American Top Team ini akan menggunakan berbagai laga besarnya untuk mencoba mengamankan masa depan yang cerah bagi mereka di sekelilingnya, tetapi ia juga berharap dapat mengangkat dan menginspirasi sebanyak mungkin orang.

“Dalam hal karier, saya ingin yang terbaik bagi keluarga saya. Dan saya tidak tahu jika ada orang yang masuk untuk sesuatu di luar itu,” tambahnya.

“Tetapi saya juga ingin menunjukkan lewat bertarung bahwa anda dapat menjadi pria kuat, keras dan berkemampuan yang dapat melakukan hal-hal hebat, tetapi juga tidak apa-apa jika anda rentan. Saya tak melakukan ini untuk kejayaan. Saya ingin membantu orang lain.”

Selengkapnya di Fitur

Amy Pirnie Shir Cohen ONE Fight Night 25 51
John Lineker Asa Ten Pow ONE 168 32
Regian Eersel Alexis Nicolas ONE Fight Night 21 37
Superbon Marat Grigorian ONE Friday Fights 52
Tawanchai PK Saenchai Jo Nattawut ONE 167 93 1
Superlek Kiatmoo9 Takeru Segawa ONE 165 15 scaled
Jaising Sitnayokpunsak Thant Zin ONE Friday Fights 52 3 scaled
Jonathan Haggerty Superlek Kiatmoo9 ONE 168 20
Jonathan Haggerty Felipe Lobo ONE Fight Night 19 122 scaled
Liam Harrison Muangthai ONE156 1920X1280 31
Jonathan Haggerty Superlek Kiatmoo9 ONE Friday Fights 72 6
Johan Estupinan Zafer Sayik ONE 167 9