‘Pedoman Manusia Pegunungan’ – Jalan Hidup Yang Membawa Bintang MMA Tak Terkalahkan Shamil Erdogan Dari Dagestan Menuju ONE Championship

Fan Rong Shamil Erdogan ONE Friday Fights 22 39

Di tengah perjalanan yang luar biasa, Shamil Erdogan berharap untuk mengalahkan seorang legenda dan membuktikan diri sebagai salah satu petarung top dunia.

Petarung tak terkalahkan berusia 34 tahun itu akan menghadapi Aung La N Sang dalam duel middleweight MMA di ONE 168: Denver di Ball Arena pada Jumat, 6 September, waktu setempat. Penampilan impresif di Amerika Serikat akan membawa kariernya ke tingkatan yang lebih tinggi.

Erdogan telah berjuang dan bekerja keras selama lebih dari dua dekade untuk mencapai titik ini, dan laga berikutnya adalah kesempatan terbesarnya.

Sebelum berlaga melawan mantan Juara Dunia MMA dua divisi ONE, ketahui perjalanan sang atlet yang lahir di Dagestan itu hingga merangkak naik menuju puncak.

‘Kami Tak Bisa Menunjukkan Kelemahan’

Erdogan lahir di kawasan pegunungan Kizilyurt, Dagestan, dan tumbuh bersama adik laki-lakinya dalam keluarga guru.

Mengingat profesi orang tuanya sebagai pengajar, tak mengejutkan jika keluarganya penuh dengan balutan kasih sayang. Hal itu pula yang mendasarinya dalam melihat dunia:

“Saya selalu bersyukur kepada Tuhan karena telah memberi keluarga seperti mereka. Orang tua kami sangat mencintai anak-anaknya. Ibu menyirami kami dengan cinta, sementara ayah sangat disiplin. Ini adalah pola ideal untuk membesarkan anak saat itu. 

“Anda harus mengerti: orang tuaku tumbuh dan tinggal di masa Uni Soviet, negara yang mencoba menghilangkan identitas seseorang dan mengubahnya jadi robot. Namun, ayah kami dapat menjaga pedoman orang pegunungan yang menjunjung kebebasan dan kehormatan serta mewariskannya padaku. Untuk itu saya sangat berterima kasih padanya.”

Namun, masa kecilnya tidak selalu mudah.

Jalanan Republik Rusia memang selalu keras, dan sarat akan kekerasan serta konflik. Hanya orang yang kuat yang dapat bertahan di sana.

Erdogan menjelaskan:

“Di tahun 90-an ketika anak-anak tak memiliki tablet atau ponsel, bisa dibilang kami tinggal di jalanan dan mengikuti aturan yang ada, di mana yang lemah tak dapat hidup dan pelanggaran fisik dan moral marak terjadi. Kami tidak bisa menunjukkan kelemahan dan hidup seperti sekawanan serigala.”

Dipandu Sang Ayah

Ayah Erdogan memahami bahwa menekuni sebuah hobi akan jadi jalan keluar yang bagus bagi anaknya untuk lebih produktif dalam menghabiskan waktu serta memberi arah yang jelas. Jadi ia mendaftarkan anaknya ke kelas gulat gaya bebas.

Dukungan keluarga sangat tepat untuk perkembangan Erdogan dan hal itu menjadi pendorong dalam setiap langkahnya:

“Ketika saya berumur 12 tahun, ayahku membawaku ke klub gulat untuk pertama kali, tapi ayah tidak sekadar menyerahkanku pada pelatih dan membiarkanku melakukan sesukanya.

“Ayah membuatku bangun tiap pagi untuk latihan, tak pernah melewatkan sesi latihan, dan mencari waktu untuk menemaniku berkompetisi. Jika bukan karena pengawasannya, saya tak akan menjadi seperti sekarang.”

Namun, jalan hidupnya saat remaja tak selalu berjalan mulus. Terlepas dari usahanya, ia sepertinya tak akan menjadi pegulat elite seperti harapannya.

Melihat betapa maraknya olahraga itu kawasan tempat tinggalnya, awalnya Erdogan justru berada di jurang terendah, tapi lagi-lagi sang ayah menyemangatinya untuk terus maju.

Ia mengenang:

“Di Dagestan, gulat adalah olahraga yang sangat populer. Jadi di awal saya tak begitu bagus. Saya mengingat ketika muda saya terus menerus kalah dalam turnamen. Dengan pola pikirku yang lemah saat itu, saya berpikir kalau saya menjalani aktivitas yang tidak berguna.

“Namun, ayahku mengingatkan bahwa hal yang paling berharga adalah konsisten, dan hasilnya akan datang. Ia benar.”

Memilih MMA Ketimbang Gulat

Kerja keras Erdogan mulai membuahkan hasil ketika ia meraih hasil bagus dalam kompetisi.

Atlet asal Kizilyurt itu belajar dari kekalahannya di awal untuk membenahi diri. Tak perlu waktu lama baginya untuk menaiki podium dan bersinar sedikit demi sedikit – ia bahkan mengalahkan Juara Dunia MMA tiga divisi Anatoly Malykhin di atas matras gulat.

Setelah berkompetisi di kampung halamannya, Erdogan kemudian menerima tawaran untuk pindah ke Turki dan mewakili negeri itu hingga sukses menembus panggung dunia:

“Di umur yang muda saya bergabung dengan tim nasional Rusia dan menjalaninya sampai mendapat tawaran untuk bergabung dengan tim nasional Turki. Medali paling berkesan untukku di Kejuaraan Dunia adalah perunggu.

Pada titik ini MMA mulai tumbuh drastis, dan mencuri perhatian Erdogan.

Dengan kesempatan baru untuk belajar olahraga tarung, renjana dan fokusnya dari gulat segera berubah menuju seni bela diri campuran:

“Pada satu titik saya mulai bosan dengan gulat. Olahraga itu tidak memantik sensasi seperti halnya MMA.

“Awalnya saya mencoba untuk menggabungkan gulat dan MMA, tapi makin jauh semakin jelas kalau saya harus memilih satu atau lainnya. Saya bersyukur atas gulat dan semua yang telah diberikan padaku, tapi saya menentang pilihan ayahku dan memilih MMA.”

Mengincar Sabuk Emas ONE

Erdogan kini memiliki raihan 9-0 dalam karier profesionalnya di MMA, dan berencana untuk terus memperpanjang rekornya.

Ia menunjukkan kemampuan lengkap dalam debutnya di ONE tahun lalu dengan menundukkan Fan Rong lewat sebuah tendangan ke badan. Kini, ia kembali mendapat lawan tangguh.

Perwakilan dari Kremost Fight Club itu mendapat kesempatan besar untuk menghadapi Aung La N Sang di ONE 168: Denver. Dari situ ia berencana untuk meraih sabuk emas yang kini dipegang oleh rival lamanya, Malykhin.

Erdogan menambahkan:

“Aung La N Sang merupakan salah satu yang terbaik. Ia memiliki legasi dan dua sabuk emas pada masanya. Harapanku, sebuah kemenangan darinya akan membuka pintu menuju sabuk juara.

“Saya ingin menghadapi Anatoly Malykhin. Saya punya hubungan yang baik dengannya, dan saya mengenalnya sejak kami berkompetisi di gulat gaya bebas.

“Namun, kini dia adalah juara di kelasku. Jika dia tetap ada di sana, maka pertarungan kami tak terhindarkan.”

Selengkapnya di Fitur

Amy Pirnie Shir Cohen ONE Fight Night 25 51
John Lineker Asa Ten Pow ONE 168 32
Regian Eersel Alexis Nicolas ONE Fight Night 21 37
Superbon Marat Grigorian ONE Friday Fights 52
Tawanchai PK Saenchai Jo Nattawut ONE 167 93 1
Superlek Kiatmoo9 Takeru Segawa ONE 165 15 scaled
Jaising Sitnayokpunsak Thant Zin ONE Friday Fights 52 3 scaled
Jonathan Haggerty Superlek Kiatmoo9 ONE 168 20
Jonathan Haggerty Felipe Lobo ONE Fight Night 19 122 scaled
Liam Harrison Muangthai ONE156 1920X1280 31
Jonathan Haggerty Superlek Kiatmoo9 ONE Friday Fights 72 6
Johan Estupinan Zafer Sayik ONE 167 9