Setelah Kesulitan Besar, Patrick Schmid Siap Untuk Debut ONE

Patrick Schmid throws up a fist

Patrick “Big Swiss” Schmid telah menginvestasikan beberapa tahun terbaik dalam hidupnya ke dalam seni bela diri – sebuah mimpi yang akan dilanjutkannya di atas panggung dunia.

ONE on TNT I” adalah ajang yang masif, dengan Schmid dan lawannya Rade Opacic yang siap menggemparkan para penggemar dalam laga heavyweight kickboxing di jam tayang utama televisi di Amerika Utara pada hari Rabu, 7 April, atau Kamis pagi, 8 April waktu Indonesia.

Ini adalah sebuah laga kolosal, dalam berbagai aspek, karena “Big Swiss” akan memiliki kesempatan untuk mencetak dampak besar dalam debut promosionalnya.

Dengan hanya beberapa hari jelang laga itu, mari kita lihat kembali perjalanan Schmid menuju “The Home Of Martial Arts.”

Dari Zurich Ke New York… Dan Kembali Lagi

Striker berusia 34 tahun ini lahir dan dibesarkan di pinggir kota Zurich, Swiss, dimana ayahnya bekerja dalam industri perbankan dan ibunya merawat dirinya dan tiga adik perempuannya.

“Di tempat saya bertumbuh dewasa, itu lebih seperti di sisi luar kota, maka kami berada tepat di sisi hutan. Itu sangat meyenangkan. Kami bermain di luar dan mengendarai sepeda di hutan. Anda tak harus diperhatikan oleh orang tua anda setiap waktu,” kenang Schmid.

“Big Swiss” bukanlah murid yang rajin. Ia lebih suka bertualang di luar rumah, walau ia menikmati saat-saat berolahraga dan menghabiskan beberapa waktu di berbagai disiplin bela diri — termasuk judo dan karate — sebagai anak muda yang penuh energi.

Lalu, pada usianya yang ke-10, ia pindah bersama keluarganya ke New York, AS, dimana ayahnya ditawari kesempatan untuk pindah menyeberangi lautan Atlantik untuk bekerja. Di Amerika Utara, Schmid terdaftar di sekolah internasional dimana ia mulai belajar bahasa Inggris, tetapi ini menjadi kehidupan yang sangat berbeda dari apa yang dikenalnya.

Olahraga tetap menjadi sesuatu yang konstan, saat ia bermain sepak bola, American football dan mencoba taekwondo, tetapi tetap saja, hari-harinya penuh dengan penyesuaian besar.

“Kami tinggal di Westchester County, yang tak berada di kota New York, tetapi di negara bagiannya. Itu adalah lingkungan perumahan, namun sangat berbeda. Di Eropa, anda dapat keluar dan bermain, tetapi di New York, jika anda keluar sendirian, semua orang seperti, ‘Di mana orang tuamu?’” katanya.

“Saya tidak benar-benar memiliki teman di sana, karena itu semua rumah dan tak banyak anak-anak yang bermain di luar, maka itu cukup sulit.”

“Saya selalu mengatakan bahwa saya belajar bahasa Inggris dengan menonton Cartoon Network. Kami tidak belajar sebelum pergi, kami hanya menonton TV dan berbicara pada orang-orang.”

Lima tahun kemudian, keluargany kembali ke Zurich, dimana Schmid kembali terpaksa harus menemukan jalannya sekali lagi.

Melangkah Bersama Seni Bela Diri

Di negara asalnya, Schmid berjuang untuk menyesuaikan diri. Namun setelah tiga tahun yang bergejolak, ia menemukan sebuah konsistensi — dan mendapatkan penemuan menarik.

“Saya membutuhkan tiga tahun untuk kembali menyesuaikan diri. Saya mengalami beberapa hal yang berbeda, dan saya akhirnya belajar menjadi tukang listrik,” katannya.

“Ini terjadi di sekitar tahun 2005, saat saya berusia 18 tahun, dan ada tempat yang saya lewati setiap harinya saat berjalan dari stasiun bus menuju rumah. Saya selalu menikmati seni bela diri, setahun menjalani ini dan satu tahun lainnya untuk itu, tetapi ini menjadi awal bagi diri saya untuk benar-benar menjalaninya.

“Tempat itu menawarkan silat, tetapi pelatih saya selalu berkata, ‘Pukulan adalah pukulan dan tendangan adalah tendangan,’ maka kami akan melakukan semuanya. Saya menjalani pertarungan pertama saya lima bulan setelah itu, dan saya berkompetisi di semuanya — sanda, silat, kickboxing, tinju dan Muay Thai.”

Pelatihnya hanya mengajar tiga hari dalam seminggu, tetapi “Big Swiss” dengan rutin pergi ke sana. Saat ia mulai tampil dengan baik dalam arena kompetisi, pelatihnya melihat potensi besar dan menawarkan lebih banyak latihan lagi.

“Saya tetap menang dan pelatih saya berkata, ‘Mungkin kita harus lebih serius, menyusun tim tanding bersama dan berlatih setiap hari?’ Saya menjawab, ‘Tentu saja!’ Maka kami mulai berlatih enam hari seminggu dan bertumbuh bersama-sama,” lanjut Schmid.

“Saya teringat sangat gugup dalam laga pertama saya, lalu menjadi sangat lelah, tetapi saya menang, maka itu sangat hebat. Saya juga sempat kalah dalam berbagai laga, tetapi selalu ada dorongan itu, dan anda selalu akan menginginkan laga dan panggung yang lebih besar lagi.”



Hampir Kehilangan Segalanya

Schmid mendobrak peringkat amatir ke arena profesional dan mengumpulkan resume impresif di beberapa variasi olahraga tarung. Ia juga meraih serangkaian gelar sepanjang jalannya.

“Big Swiss” pergi ke Thailand selama 10 bulan dan memenangkan tujuh laga beruntun — lima di antaranya dengan tangan yang patah – yang akhirnya memaksa dirinya untuk kembali ke Swiss. Terlebih lagi, ia berlaga melawan mantan Juara Dunia Tinju berkali-kali Anthony Joshua dalam jajaran amatir disiplin yang dikenal sebagai “the sweet science.”

Ia sepenuhnya masuk ke dalam karier kompetitif, tetapi itu semua hampir berakhir secara prematur di awal 2020.

Seorang pelatih menyarankan “Big Swiss” untuk masuk ke dalam olahraga tinju profesional, maka ia berniat mengambil lisensi tanding sampai sebuah pemeriksaan otak wajib hampir saja menyingkirkannya.

“Saya harus melakukan MRI, dan mereka berkata bahwa saya harus berhenti bertanding karena beberapa isu di pembuluh darah saya. Bahkan snowboarding, bungee jumping — apa pun dimana kepala saya mungkin bergerak tiba-tiba. Itu bukanlah waktu yang mudah bagi saya,” ungkapnya.

Mengira bahwa mimpinya hancur, Schmid tenggelam dalam kesedihan selama hampir tiga bulan. Saat itu, ia memutuskan untuk mencari pendapat ketiga dari spesialis lainnya.

“Dokter terakhir berkata, ‘Oh, tidak, itu hanya kesalahan dalam gambar.’ Ia melakukan MRI lagi dan berkata itu kesalahan diagnosa. Tak ada masalah atau resiko tambahan apa pun,” kata Schmid.

“Hal pertama yang saya lakukan adalah marah. Itu tidak melegakan, saya hanya marah. Namun penempatan waktunya juga cukup buruk. Seminggu setelah saya dinyatakan sehat, karantina terjadi dan pertandingan tak dapat berlangsung. Tetapi yang terutama adalah bahwa itu belum berakhir.”

“Big Swiss” tak dapat bertanding selama pandemi COVID-19, namun ONE Super Series mulai kembali membakar semangat dan memicu mimpinya kembali.

“Saya bekerja sangat keras untuk sebuah tujuan dan hampir mencapai itu, dan mereka seperti, ‘Tidak,’” katanya.

“Namun saya menyadari seberapa besar artinya bagi saya dan seberapa anda merindukannya saat hal itu tak ada di sana. Ini membuat saya ingin tampil lebih kuat lagi, dan kini penampilan saya kembali juga menjadi pertarungan terbesar saya, maka semuanya berjalan dengan lancar.”

Pertaruhan Besar Bagi Kesuksesan Di ONE

Striker berprestasi ini kini lebih ingin menunjukkan kemampuannya bersama organisasi bela diri terbesar di dunia.

Ia akan menjalani ujian perdana menghadapi Opacic, yang mencetak kemenangan KO dalam kedua penampilannya bersama ONE. Tetapi, setelah kesulitan besar dan mendapatkan kesempatan berlaga ini, “Big Swiss” siap menghadapi apa pun.

“Menurut saya, inilah pencapaian terbesar saya sampai saat ini. Tak ada yang seperti ONE pada saat ini. Ini ada di tingkatan baru, dan bagi saya, itu semua tentang tingkatan berbeda,” katanya.

“Saya ingin menjalani pertarungan demi pertarungan, dan melihat seberapa jauh saya dapat melangkah. Saya menempatkan banyak waktu dan usaha untuk ini. Inilah yang telah saya rencanakan dalam hidup saya selama bertahun-tahun.”

Dengan status Opacic sebagai salah satu bintang terbaru dalam ONE Super Series, Schmid mengetahui ia dapat mengambil sorotan itu dengan kemenangan pada 8 April nanti.

Tetap saja, ia tak hanya ingin menang. Ia ingin melakukannya dengan cara yang dapat membuat para penggemar mengingat namanya, serta menegaskan bahwa ia adalah penantang teratas pada para penata tanding.

“Jika saya mengalahkannya sekarang, itu akan menempatkan nama saya lebih jauh lagi,” kata Schmid.

“KO cepat dapat terjadi pada siapa pun, tetapi jika anda memiliki laga yang bagus dimana anda dapat menunjukkan apa yang anda latih, itu hebat bagi semua orang – saat anda harus meraihnya dan mengalami kesulitan untuk ditaklukkan.”

Baca juga: Rade Opacic Peringatkan Divisi Heavyweight: ‘Inilah Waktu Saya’

Selengkapnya di Fitur

Amy Pirnie Shir Cohen ONE Fight Night 25 51
John Lineker Asa Ten Pow ONE 168 32
Regian Eersel Alexis Nicolas ONE Fight Night 21 37
Superbon Marat Grigorian ONE Friday Fights 52
Tawanchai PK Saenchai Jo Nattawut ONE 167 93 1
Superlek Kiatmoo9 Takeru Segawa ONE 165 15 scaled
Jaising Sitnayokpunsak Thant Zin ONE Friday Fights 52 3 scaled
Jonathan Haggerty Superlek Kiatmoo9 ONE 168 20
Jonathan Haggerty Felipe Lobo ONE Fight Night 19 122 scaled
Liam Harrison Muangthai ONE156 1920X1280 31
Jonathan Haggerty Superlek Kiatmoo9 ONE Friday Fights 72 6
Johan Estupinan Zafer Sayik ONE 167 9