Superstar Kickboxing Masaaki Noiri Dorong Korban Perundungan Untuk Dapatkan Keberanian Dari Kisahnya

MasaakiNoiri 1200X800 1

Kickboxer sensasional Jepang Masaaki Noiri melewati masa kecil yang sulit sebelum ia menemukan seni bela diri.

Hal itu sulit untuk dibayangkan sekarang, saat ia bersiap untuk menjalani debut kolosal melawan Sitthichai “Killer Kid” Sitsongpeenong di ONE 167, tetapi Noiri memang sempat menderita di tangan para perundung saat ia kecil.

Namun, mantan Juara Dunia dua divisi K-1 ini menjadi bukti bahwa mereka yang dirundung dapat melawan dan meraih prestasi luar biasa.

Kini, ia ingin memberi inspirasi bagi para penonton saat menghadapi petarung terhebat sepanjang masa itu di jam tayang utama A.S. pada Jumat, 7 Juni, atau Sabtu pagi, 8 Juni di Asia.

Sebelum petarung berusia 31 tahun itu memasuki Circle di Impact Arena, Bangkok, Thailand, simak bagaimana ia beranjak dari anak yang dirundung di koridor sekolah sampai berkompetisi di atas panggung dunia.

Awalan Sulit Di Sekolah

Noiri terlahir di Nagoya, kota besar di Prefektur Aichi, di pusat Jepang.

Ia bertumbuh besar bersama kedua orang tuanya sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara, yang seringkali berkelahi, tetapi secara keseluruhan, kehidupan keluarganya memang baik.

Atlet ini berkata pada onefc.com/id:

“Saudara saya empat dan enam tahun lebih tua dari saya. Saya paling dekat dengan kakak tertua saya, tetapi saya seringkali berkelahi dengan kakak tengah saya.”

Hal yang sama tak dapat dikatakan untuk kehidupan sekolahnya. Noiri mengalami waktu yang sulit di awal karena ia dirundung dan dianiaya oleh anak-anak lain.

Melihat kembali ke berbagai hal yang terjadi itu, ia berkata:

“Saya terbiasa dirundung saat kecil.”

“Di kelas dua sekolah dasar, saya adalah anak terpendek kedua di kelas saya, berdasarkan tinggi badan. Anak yang terpendek itu selalu mengganggu saya.”

“Anak-anak lain juga membawa saya ke lorong di sekolah dan memukuli saya. Tetapi saya tidak melakukan kesalahan apa pun.”

Sebuah Harapan Dari Karate

Beruntung, intervensi dari sahabat keluarganya membantu menghentikan perundungan yang dialami Noiri. Terlebih penting lagi, itu menempatkannya pada jalur seni bela diri di usia 7 tahun.

Ia berkata:

“Saya memulai karate pada bulan Desember di kelas dua itu. Saat saya dirundung, adalah teman kakak tengah saya yang menghentikannya. Teman itu berlatih karate, maka itulah bagaimana saya memulainya.”

Noiri awalnya sangat senang dapat menemukan jalur yang membantunya menghalau para perundung itu, tetapi ini menjadi lebih dari sekadar pertahanan diri saja.

Anak ini memulai dengan keluarganya, tetapi saat mereka mulai berhenti, kecintaannya akan seni bela diri bertumbuh jauh lebih kuat lagi – dan ia menemukan panutan di sasana yang tetap membantunya termotivasi:

“Saya hanya ingin menjadi lebih kuat, maka saya memulai dengan karate. Saya sangat bersemangat menjalani kelas pertama saya. Kedua kakak dan ayah saya memulai bersama. Dalam tiga bulan, saya mengikuti pertandingan pertama saya.”

“Ayah dan kakak tertua saya segera berhenti setelah itu. Pada akhirnya, kakak tengah saya juga berhenti. Semua orang berhenti, tetapi saya bertahan karena itu sangat menyenangkan dan saya tak memiliki hal lain untuk dilakukan.”

“Saya tak mengira saya memiliki bakat alami sama sekali. Di laga awal saya, saya kalah via ippon melawan anak perempuan dan menangis setelah kalah, tetapi ada senior yang saya jadikan panutan di dojo yang sama, dan saya bertahan lama dengan itu karena saya mengaguminya.”

Temukan Panggilan Dalam Kickboxing

Noiri menikmati kesuksesan dalam karate, memenangi turnamen regional dan nasional di sekolah dasar, tetapi ia lalu diperkenalkan pada kickboxing.

Di usia 11 tahun, ia mencoba gaya baru itu untuk pertama kalinya, dan di usia ke-13, ia mengetahui itu adalah olahraga yang tepat untuknya. Tetap saja, dibutuhkan beberapa kata-kata tegas untuk membuatnya berkomitmen penuh.

Ia mengenang:

“Kickboxing adalah perpanjangan dari karate bagi saya. Saya masuk sepenuhnya ke kickboxing di kelas dua sekolah menengah pertama, lalu saya mulai menjalani kompetisi kickboxing amatir.”

“Awalnya, saya hanya mencoba dan tak terlalu terfokus pada seni bela diri. Saat saya kalah di semifinal dari sebuah turnamen, saya diberitahu, ‘Jika kamu tak punya motivasi, berhenti saja!’ Itu membuat saya berdeterminasi untuk mendapatkan pembalasan saya.”

Kini, sepenuhnya terfokus pada apa yang ingin ia lakukan dengan hidupnya, Noiri berlatih di setiap kesempatan dan mulai mengajar untuk memenuhi kebutuhannya.

Walau ia sempat berusaha mengejar pendidikan di saat yang sama, ia akhirnya keluar dari universitas saat ia pindah ke ibu kota, Tokyo:

“Saya adalah instruktur karate di sasana, dan saat saya tak berlatih sendiri, saya mengajar kickboxing bagi para anggota pada umumnya.”

“Saya dulu pergi ke sasana di Nagoya, tetapi karena keadaan tertentu, saya harus meninggalkan sasana itu dan pindah ke Tokyo, maka saya tak dapat pergi ke universitas lagi. Saya berhenti dari universitas pada tahun kedua atau ketiga saya.”

Tunjukkan Apa Yang Dapat Dicapai Dengan Keberanian

Beralih sepenuhnya ke kickboxing dan berkompetisi dalam salah satu sirkuit terpanas di dunia di Tokyo, usaha dari bintang baru ini mulai terbayar.

Noiri meraih beberapa gelar prestisius di Jepang, sebelum mengambil penghargaan besar yang pertama dalam Kejuaraan K-1 World Grand Prix Super Lightweight pada 2017.

Ia lalu menambahkan gelar welterweight atas namanya pada 2021, dimana ia menjabarkan ini sebagai salah satu momen terbaiknya dalam seni bela diri:

“Saya bangga saat saya memenangi sabuk welterweight itu, karena saya menjalani tiga laga dalam satu hari, dan saya memenangi ketiganya via KO.”

Seluruh perjalanan luar biasa itu kini membawanya ke ONE Championship, dimana ia memiliki harapan yang sama tingginya dalam divisi terpadat dalam disiplin kickboxing itu.

Berlatih bersama rekan satu timnya, sang superstar Takeru Segawa, Noiri kini mengincar gelar Juara Dunia ONE Featherweight Kickboxing, tetapi ia tak termotivasi dengan egonya sendiri.

Sebaliknya, striker Jepang ini melihat kembali masa kecilnya sebagai korban perundungan dan ingin menunjukkan pada mereka dalam posisi yang sama bahwa mereka tidak sendirian – dan bahwa ada harapan di tengah kegelapan itu.

Noiri menambahkan:

“Saat saya dirundung, saya tak merasa seperti saya bisa berbicara pada siapa pun tentang itu karena saya malu, maka saya menyimpannya seorang diri.”

“Saya kira ada anak-anak di seluruh dunia yang berada dalam posisi yang sama. Saya ingin bertarung dengan cara yang dapat memberi mereka keberanian saat mereka menonton saya.”

Selengkapnya di Fitur

Jonathan Di Bella Danial Williams ONE Fight Night 15 16 scaled
Liam Superlek
Superlek and Kongthoranee Smiling ONE Championship
Jonathan Di Bella Danial Williams ONE Fight Night 15 38 scaled
Luke Lessei Eddie Abasolo ONE Fight Night 19 6 scaled
Reinier de Ridder Anatoly Malykhin ONE 166 14 scaled
Rodtang Jitmuangnon Denis Puric ONE 167 137
Tawanchai PK Saenchai Jo Nattawut ONE 167 78
DUX 1183
Rodtang Jitmuangnon Edgar Tabares ONE Fight Night 10 36
Johan Ghazali Edgar Tabares ONE Fight Night 17 21 scaled
Rodtang Jitmuangnon Edgar Tabares ONE Fight Night 10 28