‘Usaha Seumur Hidup Saya’ – Cara Luke Lessei Beralih Dari Iowa Ke Sorotan Terbesar Bersama ONE Championship

LukeLessei FightPost 1200X800

Luke “The Chef” Lessei ingin membuktikan bahwa generasi baru petarung Muay Thai kelahiran Amerika layak menjadi salah satu petarung terbaik di antara yang terbaik di ONE Championship.

Pada 9 Desember pagi waktu Asia, di ONE Fight Night 17, petarung unggulan berusia 27 tahun ini akan mencetak debut promosional dengan menghadapi “Smokin” Jo Nattawut dalam aksi featherweight Muay Thai yang langsung disiarkan di jam tayang utama A.S. dari Lumpinee Boxing Stadium, Bangkok, Thailand.

Dianggap sebagai salah satu bintang paling menjanjikan dari A.S., Lessei akan memasuki laganya dengan berbagai hype dan ekspektasi luar biasa.

Sebelum beradu melawan Nattawut, kita akan melihat perjalanan “The Chef” di atas panggung seni bela diri dunia.

Bertumbuh Dewasa Di Sasana Ayahnya

Lessei berasal dari kota kecil di pertengahan Amerika, Dubuque, Iowa. Ia berkata pada onefc.com/id bahwa masa kecilnya itu sama seperti anak-anak lain, kecuali satu perbedaan terbesar:

“Masa kecil yang sangat biasa, kecuali fakta bahwa saya menjalani seni bela diri sejak usia 4 tahun.”

Sebagai anak dari mantan kickboxer profesional dengan ikatan mendalam pada Muay Thai di Amerika, masa kecil Lessei memang sebagian besar dihabiskan di sasana ayahnya – Dubuque Martial Arts Group.

Ia melihat kembali:

“Saya bertumbuh besar di Iowa, di tengah-tengah Amerika, Midwest, AS, dikelilingi oleh ladang jagung. Saya bertumbuh besar dengan ayah tradisional yang sangat mencintainya. Ia juga adalah seorang petarung profesional juga.”

“Maka ia memasukkan saya ke seni bela diri dan latihan sejak usia 4 tahun. Masa kecil saya, sebagian besar keluarga saya berada di sekeliling seni bela diri, berada di sasana dengan ayah saya, dan hanya bertumbuh besar dengan ayah yang melatih anaknya untuk melakukan apa yang ia suka lakukan.”

“Dan, itu pada dasarnya adalah usaha saya seumur hidup.”

Temukan ‘Kekuatan Sebagai Pria’

Adalah di Dubuque Martial Arts Group dimana Lessei mempelajari “seni delapan tungkai,” dimana ia segera berkembang menjadi striker yang paling menjanjikan di sasana itu.

Tapi, walau ia adalah remaja berbakat, Lessei hanya menganggap dirinya ikan besar di kolam kecil:

“Karena kami selalu memiliki tim yang kecil, saya selalu menjadi pria terbaik di sasana ayah saya… yang bukan menjadi sesuatu untuk disombongkan.”

Sepanjang sekolah menengah atas, “The Chef” berpartisipasi dalam disiplin lainnya, termasuk lari jarak jauh dan sepak bola, namun ia terus berlatih Muay Thai setiap hari di bawah bimbingan ketat ayahnya.

Dan, sementara ia mengetahui dirinya adalah petarung berkemampuan dengan potensi luar biasa, Lessei muda baru menyadari bahwa ia memiliki masa depan dalam jajaran profesional setelah mulai meng-KO para pria dewasa.

Ia menjelaskan:

“Beberapa pria dewasa mulai datang, MMA mulai menjadi sedikit lebih besar, dan kini saya mulai kalah di sasana saya sendiri. Maka itu seperti… saya takkan pernah berhenti. Tapi itu seperti, ‘Baik, saya harus menjadi yang terbaik di sasana ayah saya.'”

“Tapi itu tidak seperti, ‘Inilah yang ingin saya lakukan. Saya ingin menjadi petarung profesional.’ Itu seperti, ‘Saya harus menjadi yang terbaik di tempat ini sekarang.'”

“Dan dari situ, saya mulai mendapatkan beberapa KO awal saya, anda tahu, di usia 16 sampai 19 tahun, mulai meng-KO orang-orang. Saya mulai mendapatkan sedikit dari kekuatan pria dewasa itu.”

Pelajaran Dalam Waktu Yang Sulit

Tak lama setelah itu, “The Chef” mengumpulkan catatan rekor amatir impresif, dimana ia 13 kali memenangi turnamen Thai Boxing Association untuk memastikan diri sebagai salah satu petarung muda berbakat terbaik di Amerika.

Tetapi, kesuksesan itu tiba dengan harga yang mahal. Sementara teman sekelasnya di SMA ada di luar bersenang-senang, Lessei selalu rutin berlatih dan menjalani kompetisi mingguan.

Melihat kembali masa lalu itu, ia berkata dirinya bangga menjalani seluruh pengorbanan itu:

“Saya menghilang tiap Jumat malam. Tiap Sabtu pagi, saya di sasana. Jadi, itu seperti saya ingin sedikit berpesta.”

“Maksud saya, saya dari daerah Midwest, anda tahu, dan tak ada yang dapat dilakukan di sini. Semua orang di sini hanya minum-minum dan berpesta, anda tahu, tak ada yang dapat dilakukan. Maka, saya ingin setidaknya bersantai dan menjadi seorang anak sedikit.”

“Itu mungkin hal tersulit [yang harus saya lewatkan]. Tapi saat melihat kembali, itu seperti, ya, semua itu memang bodoh. Saya senang saya tidak melakukan itu.”

Setelah sekolah menengah atas, Lessei terus mendominasi jajaran amatir.

Pada 2020, ia beralih menjadi profesional dan – dalam apa yang dijabarkannya sebagai salah satu waktu terberat dalam hidupnya – menghabiskan dua tahun berlatih di luar Dubuque, jauh dari ayahnya.

Ia melihat itu sebagai hal yang sangat sulit dilakukan, namun menjadi sangat menguntungkan bagi dirinya sebagai seorang petarung. Sesulit kenyataan saat ia jauh dari pria yang mengajarkan Muay Thai bagi dirinya, hal ini membuatnya mengembangkan gaya bertarung khasnya sendiri:

“Saya harus menemukan diri saya. Saya harus menemukan gaya saya sendiri. Saya bertarung seperti yang ayah saya inginkan dalam waktu yang sangat lama.”

“Dan lucunya, ini adalah waktu tersulit, tetapi ini juga menjadi perkembangan terbesar saya dalam waktu tersebut, karena saya seperti, ‘Whoa, saya benar-benar mencari tahu cara saya untuk bertarung.'”

“Dan hal tersulit untuk tidak dapat berlatih bersama ayah saya, tapi lalu mengetahuinya… itulah waktu untuk lulus dari ayah saya. Pada akhirnya, saya harus menjadi seorang pria.”

Termotivasi Setelah Jadi Ayah

Kini, di ambang debut yang sangat ditunggu bersama ONE, Lessei siap menunjukkan hasil latihan sepanjang hidupnya di atas panggung seni bela diri terbesar di dunia ini.

Di satu sisi, ia termotivasi menempatkan Dubuque di peta dan membuktikan bahwa anak dari Iowa dapat berkompetisi melasan salah satu petarung terbaik Thailand, “Smokin” Jo Nattawut.

Pada saat yang sama, Lessei mengakui bahwa setelah bertahun-tahun latihan, ia sedikit kehilangan motivasi itu. Tapi saat ini, dengan keberadaan putrinya yang berusia 2 tahun dan balita lelaki, “The Chef” berkata dirinya menemukan percikan baru untuk mendorongnya menuju kehebatan:

“Karena saya melakukannya sudah sangat lama, motivasi, jelas tak selalu berada di sana. Saya kira saya sempat tidak memiliki motivasi untuk sementara waktu. Dan itu hanya kembali karena saya mendapatkan putri saya. Lalu saya mendapatkan putra saya.”

“Saya menjadi ayah. Saya mulai melihat cahaya yang dapat saya masuki dalam Muay Thai. Saya mulai dikenali oleh ONE, dan saya mulai jatuh cinta pada hal itu sekali lagi.”

“Itu terdengar bodoh, tetapi saya ingin menghasilkan uang bagi mereka. Anda tahu, saya berasal dari kota kecil, maka untuk dapat menjalani Muay Thai dan hanya mendukung mereka, itu hal terkeren dalam hidup saya.”

Selengkapnya di Fitur

Amy Pirnie Shir Cohen ONE Fight Night 25 51
John Lineker Asa Ten Pow ONE 168 32
Regian Eersel Alexis Nicolas ONE Fight Night 21 37
Superbon Marat Grigorian ONE Friday Fights 52
Tawanchai PK Saenchai Jo Nattawut ONE 167 93 1
Superlek Kiatmoo9 Takeru Segawa ONE 165 15 scaled
Jaising Sitnayokpunsak Thant Zin ONE Friday Fights 52 3 scaled
Jonathan Haggerty Superlek Kiatmoo9 ONE 168 20
Jonathan Haggerty Felipe Lobo ONE Fight Night 19 122 scaled
Liam Harrison Muangthai ONE156 1920X1280 31
Jonathan Haggerty Superlek Kiatmoo9 ONE Friday Fights 72 6
Johan Estupinan Zafer Sayik ONE 167 9