Yusup Saadulaev, Mantan Penggembala Domba Yang Kini Gemar Mengunci Lawan
Setelah satu tahun absen dari Circle ONE Championship, Yusup “Maestro” Saadulaev bersemangat untuk kembali berlaga.
Pada hari Sabtu, 20 Januari, pemegang sabuk hitam Brazilian Jiu-Jitsu asal Dagestan ini tak diragukan akan menghadapi tantangan terberatnya – mantan Juara DEEP tiga kali dan submission grappler legendaris Masakazu “Ashikan Judan” Imanari (36-16-2) di ajang ONE: KINGS OF COURAGE. Laga ini akan diselenggarakan di Jakarta Convention Center.
Bulan Oktober 2016 menjadi penampilan terakhir Saadulaev (16-4-1, 1 NC) di dalam Circle ONE, saat ia mengalahkan Jordan “Showtime” Lucas dengan teknik modfikasi dari kuncian rear-naked choke.
BEST SUBS OF 2016: A sensational 'Flip & Grip' from Yusup Saaduliev!
Posted by ONE Championship on Wednesday, December 14, 2016
Ini adalah pertunjukkan luar biasa dari penguasaan teknik grappling, yang hanya sedikit lagi mampu menjadi Submission Terbaik Tahun 2016 di dalam ONE, dengan posisi kedua.
Berdasarkan hal tersebut, sangat mengejutkan ketika mengetahui bahwa pejuang dalam divisi bantamweight yang penuh semangat ini menjalani kehidupan yang berbeda semasa kecilnya.
Lahir di kota kecil di Khasavyurt, daerah perbatasan Rusia dengan Chechnya dan Dagestan, Yusup dibesarkan di dalam keluarga yang erat. Ia memiliki lima saudara lelaki dan selalu menggiring domba daripada mencari masalah.
“Saya mulai bekerja di peternakan ayah saya bahkan sebelum masuk sekolah,” kenangnya. “Adalah kewajiban saya untuk berkontribusi pada keluarga. Waktu senggang saya dihabiskan untuk bermain dengan saudara-saudara saya. Menang atau kalah, apapun yang terjadi, mereka adalah orang-orang yang dapat saya andalkan.”
Namun tetap saja, masalah terus mencari dirinya. Ada waktu dimana anak-anak lain merundung Saadulaev, tetapi ia tidak mundur dan selalu mempertahankan dirinya.
Semangat kuat itu akan terbukti sangat penting dalam perjalanan seni bela dirinya, yang belum dimulai sampai ia beranjak remaja.
Saat bertumbuh dewasa, ia sangat suka menonton film yang menampilkan idolanya, Bruce Lee dan Jackie Chan, dimana hal ini akhirnya membawa dirinya menonton berbagai gelaran promosional bela diri di Amerika Utara dan Jepang pada era 2000an. Namun, semua itu bukanlah menjadi penghantar dirinya untuk mulai berlatih.
“Semua itu tidak menginspirasi saya menjadi seniman bela diri,” kata Saadulaev. “Adalah kehidupan itu sendiri yang membawa saya pada jalan itu.”
Pada usia 12 tahun, Saadulaev mendapatkan pengalaman bela diri untuk pertama kalinya, saat sang ayah membawanya ke sasana yang terkenal dengan gulat gaya bebas.
“Itu adalah olahraga nasional di wilayah saya, dan Khasavyurt memiliki salah satu sekolah terbaik di dunia,” kenangnya. “Kakak tertua saya sangat bagus dalam hal itu, dan saya diharapkan mengikuti jejaknya.”
Para pelatih sangat terkesima dengan etika kerjanya, namun setelah tiga tahun, ia berhenti karena dirinya mencapai titik dalam hidup dimana ia mencoba memikirkan masa depannya. Faktanya, setelah menyelesaikan sekolah menengah atas, ia beristirahat selama satu tahun, karena seperti yang ia katakan: “Saya tidak tahu saya ingin menjadi apa.”
Ia pun mencoba mempelajari linguistik di Dagestan State University, yang membawanya ke Amerika Serikat berkat program ‘Study and Travel’ dari sekolahnya itu. Di sana, ia menemukan takdirnya dan mulai menjadi pria seperti hari ini.
Pada tahun 2004, Saadulaev yang memasuki usia ke-19 menemukan dirinya berada di Chicago, mempelajari Brazilian Jiu-Jitsu di bawah Christian Unflacker dan Thai Boxing di bawah Ricardo Perez. Atlet Dagestan ini jatuh cinta pada kedua disiplin itu dan segera memasuki arena kompetisi.
Ia mencetak kemenangan dalam laga Muay Thai amatir, namun meraih kesuksesan lebih besar dalam dunia grappling saat ia meraih medali emas di NAGA, menjadi Juara Pan American BJJ dan meraih sabuk hitam BJJ.
Itulah juga saat dimana ia memasuki debut profesional bersama ajang promosi di Chicago pada bulan September 2008.
“Pelatih merekomendasikan saya ke sebuah promotor. Saya menang dalam waktu 46 detik, lalu saya berkompetisi lagi dan lagi. Itu menjadi adiktif,” jelas Yusup, yang segera menyadari bahwa ia dapat menjalani sebuah karier yang sukses.
“Ini adalah olahraga yang sangat cepat bertumbuh karena banyak hal: model bisnis yang tepat, pemasaran yang baik dan sangat menarik bagi pencinta seni bela diri yang lain. Arena itu juga menjadi puncak dari seni bela diri, karena sangat beragam dan kompleks.”
Saadulaev berkompetisi di seluruh dunia, dan pada akhirnya menandatangani kontrak bersama ONE di tahun 2012, dimana ia adalah salah satu dari hanya dua pria yang meraih kemenangan atas Juara Dunia ONE Flyweight Adriano “Mikinho” Moraes.
Kini, di kediamannya di ibukota Dagestam, Makhachkala, Saadulaev sukses menciptakan masa depan yang cemerlang bagi dirinya. Selain menjadi salah satu atlet bantamweight terbaik dunia, ia pun melatih beberapa atlet terbaik di wilayah ini dan bahkan mengelola lebih banyak lagi, termasuk mantan Juara Dunia ONE Featherweight Marat “Cobra” Gafurov.
“Maestro,” seperti ia biasanya dipanggil, sedang menjalani empat kemenangan beruntun sebelum laganya melawan Imanari di ajang ONE: KINGS OF COURAGE. Sebuah kemenangan akan memberinya perebutan gelar, yang adalah bagian dari rencana besarnya.
“Tujuan saya selama lima tahun ke depan adalah untuk tidak kalah laga manapun,” katanya. “Kompetisi adalah prioritas saat ini, [dimana] melatih adalah yang kedua dan manajemen menjadi yang ketiga. Saya mungkin harus mengurangi waktu melatih supaya dapat berlatih lebih sering.”
Dari menggiring domba di padang sampai mengunci lawan di Circle, Saadulaev akhirnya mengetahui apa yang ia inginkan – menjadi seorang Juara Dunia ONE.