Rudy Agustian Dan Kereta Angin Yang Menemani Waktu Senggangnya
Di tengah jadwal latihan dan jadwal pertandingan, para atlet ONE Championship tetap berusaha menyempatkan waktu untuk menekuni hobi lain mereka selain bela diri.
Salah satunya adalah Rudy “The Golden Boy” Agustian, yang sempat menggemari olahraga roda dua. Juara flyweight nasional ini kerap bersepeda di kala waktu senggangnya.
Berikut adalah kisah petualangan “The Golden Boy” ketika mengayuh kereta angin.
ONE Championship: Bisa diceritakan bagaimana awalnya bisa tertarik pada sepeda?
Rudy Agustian: Sejak jaman masih kuliah, saya sudah senang main sepeda gunung (mountain bike) bersama beberapa teman. Tapi waktu itu belum terlalu serius. Sepedanya juga masih yang biasa saja. Saya senang bersepeda karena seru. Sambil olahraga bisa lihat pemandangan.
Waktu itu masih main MTB tipe XC cross country, tapi karena enggak ikut ikut komunitas, maka saat teman bermain sepeda, saya jadi ikutan vakum. Saat berusia 27 tahun, saya mulai aktif lagi dan main di banyak tipe sepeda seperti road bike, sepeda lipat (seli), retro bike, MTB enduro, dan MTB cross country. Saat ini saya masih punya enam sepeda.
- Gerakan Kemanusiaan Rudy Agustian Di Tengah Pandemi COVID-19
- Mike Ikilei Ungkap Mengapa Stefer Rahardian Patut Dicontoh Atlet Muda
- Bagi Putri Padmi, Rumah Itu Bernama Tiger Shark
ONE: Apakah sempat bergabung dengan komunitas pesepeda?
RA: Saya pernah bergabung dengan komunitas ARG untuk MTB XC dan Enduro selain beberapa komunitas roadbike lain. Jika tidak ada komunitas, rasanya kurang seru. Kurang ‘racun’ dan kurang ramai.
ONE: Apakah ada pengalaman yang masih teringat hingga sekarang?
RA: Saya pernah bersepeda di kawasan Puncak, Jawa Barat. Waktu itu main sepeda enduro dan downhill. Saat sedang asik menuruni bukit dengan cukup kencang, saya melindas batu seukuran kepala manusia lalu hilang keseimbangan, jatuh dan hampir masuk jurang.
Saya jatuh dan lutut langsung membentur batu. Celana dan pelindung sobek, kaki cedera, dan mau tidak mau saya harus paksakan terus meneruni semua bukit dengan kondisi rem sepeda patah dan kaki kiri cedera. Waktu itu, kami gowes bersama komunitas dengan anggota enam orang. Rasanya tidak enak kalau trip jadi gagal berlanjut akibat saya cedera.
Saya juga pernah ikut race enduro di Bandung, Jawa Barat. Hanya sekadar iseng untuk seru-seruan karena asik banget. Sebenarnya, jiwa saya lebih condong ke MTB karena perlu banyak skil seperti teknik menikung, teknik terpental, dan torsi sepeda yang besar.
Sebenarnya saya juga main road bike, tapi hanya iseng waktu itu beli dan untuk main di aspal aja. Road bike itu rasanya agak membosankan sih. Nah sepeda-sepeda jenis seli dan retro hanya untuk bersepeda santai saja bersama anak dan istri.
ONE: Selama masa isolasi mandiri beberapa bulan ini, apakah sempat kembali menekuni hobi bersepeda?
RA: Iya, hanya main road bike saja. Akhir-akhir ini sedang merasa malas main sepeda karena sebagian teman-teman juga tidak berani ambil resiko ke luar ruangan.
Lagipula, kalau bersepeda berkelompok sekarang ini sebenarnya agak berbahaya juga. Kalau yang berada di depan bersin atau batuk, udaranya akan terdorong ke yang di belakang. Jadi biasanya saya bersepeda sendirian saja atau sama anak. Belakangan ini malah lebih sering main game Call Of Duty.
ONE: Apakah punya sepeda impian dan cita-cita untuk bersepeda di suatu tempat yang belum terlaksana?
RA: Saya ingin punya sepeda suspensi penuh yang bisa dipakai untuk touring, karena salah satu cita-cita saya adalah keliling dunia pakai sepeda. Masih banyak sekali tempat bagus untuk bisa dilalui dengan sepeda. Saya jadi gatal mau gowes lagi.
Baca juga: Sunoto Memulai Misi Pencarian ‘The Terminator’ Baru