Seni Bela Diri Menata Kehidupan Dan Prestasi Sunoto
Dari menjalani kehidupan sederhana sampai menjadi salah satu atlet unggulan asal Indonesia, “The Terminator” Sunoto tetap rendah hati dan memiliki determinasi tinggi dalam meraih puncak prestasinya.
Sunoto akan menjalani laga penting dalam karirnya bersama ONE Championship dalam ajang ONE: DAWN OF HEROES pada hari Jumat, 2 Agustus, di Manila, Filipina.
Menghadapi Muhammad “The Jungle Cat” Aiman dari Malaysia, Sunoto tengah mengincar kemenangan demi memuluskan jalannya menjadi salah satu penantang gelar Juara Dunia ONE Bantamweight.
Kemenangan di laga bergengsi ini akan membuat catatan rekor “The Terminator” naik ke 10 kemenangan selama ia bergabung dengan ONE — rekor terbanyak diantara atlet Indonesia lainnya.
Namun, sebelum mencatatkan namanya di jajaran elit atlet tanah air, Sunoto harus menempuh perjuangan berliku. Saat itu, bahkan pemikiran untuk menjadi seorang Juara Dunia tidak pernah terlintas dalam benak anak desa dari Blora, Jawa Tengah ini.
Sunoto kecil lahir dari keluarga petani sederhana, dimana rumah yang ia tempati dibangun dari kulit kayu yang sering bocor ketika hujan.
Setiap hari, ia harus menyantap gethuk khas Blora buatan neneknya sebelum beranjak ke sekolah. Meski bosan dengan santapan itu, Sunoto tak pernah mengeluh karena tidak ingin menjadi beban bagi keluarganya.
“Mau bagaimana lagi, adanya itu. Setiap pagi sarapan seperti itu sebelum berangkat ke sekolah waktu SD. setelah nenek enggak jualan [gethuk] lagi, baru ganti menu sarapan,” ungkap Sunoto.
Saat sekolah, Sunoto pun harus memakai sepatu rusak milik ayahnya karena tidak memiliki pilihan lain. Bahkan, ia harus rela melepaskan kesempatan masuk ke sekolah menengah karena orang tuanya meminta Sunoto untuk membantu mereka mengurusi sawah.
“Sebenernya, walaupun [berasal] dari keluarga tidak mampu, seharusnya orang tua saya sanggup untuk [membiayai] sekolah,” tambahnya.
“Saya sempat kecewa kenapa saya tidak melanjutksan sekolah, tetapi saya termasuk anak yang penurut, jadi tidak pernah membantah [sedikitpun]. Saya diminta membantu [ayah saya] mengarit rumput di sawah. Walaupun sempat kecewa, berbakti pada orang tua itu tetap nomor satu [bagi saya].”
“Bayangkan seperti apa perasaan anak saat tidak [dibiayai] sekolah, padahal seharusnya bisa. Tetapi, saya pikir ini karena mindset orang tua jaman dulu yang kesadarannya masih rendah. Mereka berpikir sekolah tidak terlalu penting.”
Meski sempat harus mengubur mimpinya dan mengalami masa yang sulit dalam mencari kerja karena ketiadaan ijazah, hidup harus terus berjalan bagi Sunoto muda. Ia pun akhirnya memiliki ijazah dari hasil Kejar Paket.
Sempat bekerja sebagai tukang antar jemput laundry dan berjualan kambing di salah satu tempat saudaranya di Surabaya, ia melihat sebuah sasana bela diri dan mulai menyisihkan uang bulanannya untuk dapat berlatih di sana.
Lambat laun, bakat terpendam Sunoto mulai terlihat. Ia mulai menguji kemampuannya dari satu kejuaran ke kejuaraan lain, sampai akhirnya ia mengikuti turnamen Wushu di Bandung, dan mendapatkan tawaran untuk bergabung dengan “The Home of Martial Arts.”
Melalui kombinasi kemampuannya dalam duel atas dan bawah, kini Sunoto telah mencatatkan rekor 11-5 di sepanjang karirnya dalam dunia bela diri campuran. Prestasinya di dalam ring pun berbanding lurus dengan kepopulerannya di tanah kelahirannya, Indonesia.
Hampir semua orang di Kabupaten Blora, daerah asalnya, saat ini mengenal siapa Sunoto. Ia bahkan sempat diundang dalam sebuah acara yang digagas salah satu anggota DPRD Blora, karena dianggap sebagai putera daerah yang berhasil.
“Kalo secara finansial, kondisi saya sekarang sangat berubah. Sekarang saya tinggal di Jakarta dan memiliki kendaraan pribadi,” sebutnya. “Tetapi, saya merasa saya masih biasa saja. Saya memang dari dulu terbiasa low profile.”
Walaupun tetap hidup sederhana dan selalu rendah hati prestasi yang diraihnya melalui perjuangan keras itu menyisakan mimpi yang ingin ia capai dalam karir bela diri dan kehidupan pribadinya.
“Dalam karir saya, tentunya [saya ingin] menjadi Juara Dunia. Ini adalah mimpi [terbesar] bagi semua petarung. Kalau dalam kehidupan sehari-hari, saya ingin berangkat umroh bersama orang tua,” tutupnya.