‘Dia Tak Punya Mental Petarung’ – Regian Eersel Ingin Buktikan Bahwa Dirinya Adalah Raja Sebenarnya Dalam Laga Kontra Alexis Nicolas
Walau catatan delapan tahun kemenangan beruntunnya terenggut, Regian “The Immortal” Eersel masih percaya dirinya adalah striker lightweight terbaik di muka bumi.
Petarung berumur 31 tahun itu kehilangan Gelar Juara Dunia ONE Lightweight Kickboxing dari Alexis “Barboza” Nicolas dalam laga terakhirnya, tetapi ia siap membalas dalam laga ulang mereka di ONE Fight Night 25 pada Sabtu, 5 Oktober.
Nicolas mengejutkan dunia saat melengserkan Eersel pada April lalu dan mengakhiri raihan tak terkalahkan “The Immortal” di ONE Championship. Namun, sang striker Suriname tetapi meyakini bahwa rivalnya tak berada di level yang sama.
Satu-satunya cara bagi Eersel untuk membuktikan pernyataannya adalah dengan merebut kembali sabuk emas di Lumpinee Stadium, Bangkok, Thailand.
Ia bicara pada onefc.com:
“Saya lebih kecewa karena kalah dari lawan seperti Alexis. Kini dia adalah Juara Dunia, tapi dia tak punya mental petarung.
“Saya pikir dia tampil dengan bagus. Dia pintar. Saya menghormati kepintarannya karena strateginya bagus, tapi saya tak melihatnya sebagai petarung sungguhan.
“Dia datang untuk bertarung, tentu saja, tapi ada ada detail kecil dari apa yang saya lihat dari mata dan bahasa tubuhnya, dia terluka, dan dia bertahan. Saya bisa mengatakan kalau dia berhasil selamat.”
Nicolas mengawali laga dengan baik di perjumpaan awal lewat tendangan rendah yang solid di ronde pertama dan menjatuhkan Eersel untuk meraih knockdown pada ronde kedua.
Sesuai julukannya, “The Immortal” bangkit lebih kuat setelahnya dan terus mengejar “Barboza” untuk meraih kemenangan.
Nicolas got the nod by a fine margin thanks to his knockdown, but that wasn’t enough to convince Eersel that the Frenchman was superior:
Nicolas unggul di mata juri berkat knockdown yang ia raih, tapi hal itu tak cukup untuk meyakinkan Eersel bahwa sang petarung Perancis lebih superior darinya:
“Saya segera meminta untuk tanding ulang karena setelah menonton kembali pertarungan bersama tim, kami simpulkan bahwa kami harus bertarung lagi. Anda tak bisa menang dari seorang juara dengan hanya unggul satu poin, dan itulah kenapa kami meminta tanding ulang.
“Saya meyakini kalau saya adalah yang terbaik di dunia dalam divisi ini. Kehilangan rekor kemenanganku memang berat, tapi hal itu memberi saya motivasi lebih untuk menunjukkan pada dunia, pada diri sendiri dan juga Alexis, bahwa saya adalah petarung yang lebih baik dan raja divisi ini.”
Eersel Ambil Pelajaran Dari Kekalahan Kontra Nicolas
Sebagai Juara Dunia ONE Lightweight Muay Thai, Regian Eersel menginginkan kembali sabuk kickboxing agar status raja di kelas beratnya tak bisa terbantahkan.
Untuk melakukannya, ia harus menebus kekalahannya pada 5 April lalu. Sejak saat itu, ia mengulas penampilannya sesaat setelah ia kembali ke kamar hotel.
Merefleksikan kesalahan dalam kekalahannya, Eersel berujar:
“Di ronde pertama, dia menyerang dengan baik lewat tendangan rendah. Itu cukup mengejutkanku, tapi saya merasa baik-baik saja. Ketika saya merasakan tendangannya, saya pikir bisa mengatasinya. Namun, saya sebelumnya tak pernah merasakan rasa sakit ditendang dengan teknik itu.
“Saya terlambat menangkisnya dan kerusakannya telah terjadi. Jadi saya pikir itulah masalah dari laga kemarin.
“Di ronde kedua, saya dibuat terjatuh. Saya banyak menekannya, dan dia menangkapku dengan hook kanan. Ketika saya terpukul, engkel saya terpeleset dan terjatuh. Saya segera berdiri untuk melanjutkan laga, tapi wasit mulai berhitung. Ya, saya tidak protes. Saya terpukul, tapi tidak sampai sempoyongan atau semacamnya.”
Semenjak itu, Eersel telah bekerja untuk mengasah permainannya demi memastikan berada di posisi terbaik demi kembali menuju takhta.
Tak hanya membuat penyesuaian teknis yang dibutuhkan untuk mencapai hasil berbeda, ia juga mengubah pola pikirnya.
Setelah lima tahun berada di puncak, “The Immortal” menyadari kalau dirinya telah kehilangan dorongan, tapi dengan status penantang yang kini ia sandang, hasratnya menuju puncak semakin menguat:
“Saya belajar banyak dari kekalahanku. Saya mendapat rasa laparku kembali. Setelah berada di puncak selama bertahun-tahun, Anda mulai sedikit kehilangan bara itu. Saya menyadarinya dalam pertarungan ketika ia lari setelah saya melukainya. Saya mendapat bara api tambahan untuk melawan rasa sakit dan lebih bermain menekannya.
“Saya menyadari kalau memiliki lebih banyak bara api dalam diri saya, dan saya belajar untuk berpikir dan bermain lebih pintar darinya di laga mendatang.”