‘Ia Beri Kami Atmosfer Baik’ – Tye Ruotolo Sebut Andre Galvao Bantu Picu Gairahnya Untuk BJJ
Tye Ruotolo dapat saja bergabung dengan saudara kembarnya, Kade Ruotolo, sebagai Juara Dunia ONE.
Pada Jumat malam di jam tayang utama A.S., atau Sabtu pagi waktu Asia, atlet Brazilian Jiu-Jitsu fenomenal berusia 20 tahun itu akan melawan Magomed Abdulkadirov demi gelar Juara Dunia ONE Welterweight Submission Grappling perdana di laga pendukung utama ONE Fight Night 16.
Laga bersejarah itu akan disiarkan pada jam tayang utama Amerika Utara, dari Lumpinee Boxing Stadium di Bangkok, dan ini mewakili kesempatan Ruotolo untuk memastikan statusnya sebagai salah satu petarung ground pound-for-pound terbaik di muka bumi.
Pria California ini tak asing lagi melihat laga dengan pertaruhan besar. Setelah masa kecil yang membawa dirinya memenangi hampir setiap turnamen besar yang tersedia, ia menghabiskan sebagian besar masa remajanya berkompetisi melawan grappler profesional elite.
Namun, terlepas dari berbagai pencapaiannya di awal itu, ada momen saat Ruotolo – seperti banyak anak berbakat lainnya – menemukan dirinya kehilangan minat bagi olahraga ini.
Ia berbicara pada onefc.com/id tentang saat ia dan saudaranya berpikir untuk meninggalkan BJJ:
“Saya akan berkata kami hampir berhenti di sekitar usia 11 atau 12. Kami berlatih empat kali sehari. Itu sangat banyak. Pagi, malam. Saya kira banyak dari itu juga karena atmosfer berlatih kami. Anda tahu, kami hanya tidak cocok. Itu tidak terasa seperti atmosfer yang tepat, tidak cocok bagi kami.”
“Maka, saya teringat kami masih kecil saat itu, dan kami seperti, ‘Ok, kita sepertinya selesai dengan jiu-jitsu,’ anda tahu, dan saya kira kami seperti – kecintaan kami untuk itu seperti sekarat.”
Hampir berhenti dan merasa kelelahan dengan resimen latihan yang sangat ketat, kedua Ruotolo muda dan orang tua mereka mengetahui bahwa sebuah perubahan memang sangat dibutuhkan.
Beruntung, mereka menemukan itu di Atos Jiu-Jitsu, San Diego, beserta pelatih kepala legendaris Andre Galvao, yang menawarkan perubahan ritme yang sesuai dengan kedua anak ini.
Tye mengenang:
“Kami berganti sasana, anda tahu, dan ‘boom‘, kami menemukan Andre Galvao. Ia menunjukkan atmosfer yang bagus dan kembali membakar semangat kami untuk itu.”
Dua saudara kembar ini memang tak melihat ke belakang sejak itu, dan mereka tetap berada di bawah bimbingan Galvao sementara mendobrak peringkat BJJ dewasa, serta memecahkan rekor sepanjang jalan mereka.
Pada 2019, Tye yang masih berusia 16 tahun menjadi semifinalis termuda di Kejuaraan Dunia ADCC yang sangat prestisius. Tiga tahun kemudian, Kade menjadi peraih medali emas termuda di turnamen yang sama, sementara Tye meraih kehormatan sebagai Juara Dunia IBJJF Black Belt termuda.
Melewati semua itu, Ruotolo bersaudara juga memastikan untuk tetap memiliki keseimbangan dalam hidup mereka, tak pernah mengizinkan diri mereka untuk terlalu larut dalam latihan sampai itu semua menjadi monoton.
Di titik itu, sosok yang akan segera menjadi penantang gelar Juara Dunia ini berkata bahwa perjalanan ke surga tropis di Kosta Rika adalah kunci utamanya:
“Kami selalu mengambil bulan rehat kecil. Kami pergi ke Kosta Rika selama satu bulan, berselancar, tak memikirkan semua itu, dan kembali. Dan biasanya, kami lebih baik dan hanya bersemangat.”
Tye Ruotolo Sebut ‘Ambisi Untuk Belajar’ Jadi Kunci Utama Motivasi
Bagi Tye Ruotolo, menjaga gairahnya tetap menyala untuk BJJ itu lebih dari sekadar terbang ke Kosta Rika saja.
Pemegang sabuk hitam ini berkata dirinya melakukan pendekatan pada tiap sesi latihan dengan keinginan baru untuk menyerap informasi, daripada hanya melewati alur latihan hariannya:
“Saya kira penting untuk memiliki ambisi untuk belajar. Saya melihat banyak rekan satu tim saya – mereka masuk, dan karena mereka berlatih tiga kali sehari, ambisi mereka untuk belajar itu hilang.”
“Adalah sesi latihan ketiga, dimana saya melihat mereka, dan mereka hanya ada di sana, mereka tidak belajar, mereka tidak menangkap ide. Mereka hanya ada di sana, maka setiap kali saya berlatih, saya memastikan bahwa saya siap secara mental untuk menyerap [ilmu] dan menjadi lebih baik.”
Ruotolo bersaudara memulai BJJ di usia 3 tahun, dan “ambisi untuk belajar” ini tak hanya menjaga dedikasi mereka pada disiplin ini, tetapi juga mendorong evolusi mereka sebagai dua grappler terbaik di dunia.
Adalah pemikiran pemula itu, yang dipadukan dengan menemukan berbagai hal lain di luar BJJ, yang dipercaya Tye menjaga mereka tetap terinspirasi selama dua dekade terakhir ini:
“Di sepanjang karier kami, kami menjaga mentalitas itu. Dan seperti yang saya katakan, ada beberapa waktu dimana kami tidak memiliki keseimbangan yang bagus. Dan, kami melewati itu, anda tahu, dan lalu menyadari bahwa, ‘Ok, kita harus mengembalikan keseimbangan itu.’”
“Dan lalu, boom, Ok, kami mendapatkan apa yang kami harus selesaikan dalam jiu-jitsu. Dan kami masih menikmati aspek-aspek lainnya juga, maka kami selalu mencoba menemukan keseimbangan itu.”